JENIS DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA
Kelompok
: 9 (Sembilan)
Nama :
1. Varsella Aprillian Amrul (16 0201 0145)
2. Fahmi Fahresi (16 0201 0146)
A. PENGERTIAN LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi
bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu
penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat
dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik,
materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian
fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan
lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu
suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik
disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut
dengan pranata.
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga
pendidikan dengan orang atau badan yang
secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi
yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab
seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu
keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan.
B. JENIS-JENIS LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir
mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid,
pondok pesantren dan madrasah.
1. Keluarga Sebagai
Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam, keluarga
dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat diperoleh
melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dll. Pentingnya serta
keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan islam disyaratkan dalam Q.S.
al-Tahrim : 6, yaitu :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou‘$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#y‰Ï© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Sebagai
pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga
berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan
mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara
pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut,
sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat peralihan dari
pendidikan keluarga.
Secara umum, kewajiban
orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut:
1. Mendo’akan anak-anaknya
dengan do’a yang baik. (QS. al-Furqan: 74)
2. Memelihara anak dari
api neraka. (QS. at-Tahrim: 6)
3. Menyerukan shalat pada
anaknya. (QS. Thaha: 132)
4. Menciptakan kedamaian
dalam rumah tangga. (QS. an-Nisa’: 128)
5. Mencintai dan menyayangi
anak-anaknya. (QS. ali Imran: 140)
6. Bersikap hati-hati
terhadap anak-anaknya. (QS. al-Taghabun: 14)
7. Mencari nafkah yang
halal. (QS. al-Baqarah: 233)
8. Mendidik anak agar
berbakti pada bapak-ibu (QS. an-Nisa’: 36, al-An’am: 151, al-Isra’: 23) dengan
cara mendo’akannya yang baik.
9. Memberi air susu sampai
2 tahun. (QS. al-Baqarah: 233)
Peranan para orang tua
sebagai pendidik adalah :
1. Korektor
2. Inspirator
3.
Informator;
4. Motivator,
5. Inisiator
6. Fasilitator
2.
Masjid dan Langgar
Sistem pengajaran di masjid, sering memakai sistem halaqah, yaitu guru
membaca dan menerangkan pelajaran sedangkan siswa mempelajari atau mendengar
saja, hampir mirip dengan sistem klasikal yang berlaku sekarang. Salah satu
sisi baik dari sistem halaqah ialah pelajar-pelajar diminta terlebih dahulu
mempelajari sendiri materi-materi yang akan diajarkan oleh gurunya, sehingga
seolah-olah pelajar meselaraskan pemahamannya dengan pemahaman gurunya tentang
maksud dari teks yang ada dalam sebuah kitab. Sistem ini mendidik palajar
belajar secara mandiri.
Adapun metode yang digunakan adalah metode bandongan atau sorogan.
ü Metode bandongan adalah metode dimana seorang guru
membacakan dan menjelaskan isi sebuah kitab, dikerumuni oleh sejumlah murid
yang masing-masing memegang kitab yang serupa, mendengarkan dan mencatat
keterangan yang diberikan gurunya berkenaan dengan bahasan yang ada dalam kitab
tersebut pada lembaran kitab atau pada kertas catatan yang lain.
ü Metode sorogan merupakan metode dimana santri
menyodorkan sebuah kitab dihadapan gurunya, kemudian guru memberikan tuntunan
bagaimana cara membacanya, menghafalkannya, dan pada jenjang berikutnya
bagaimana menterjemahkan serta menafsirkannya.
Di samping hal diatas, Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam sistem
pendidikan Islam di masjid, yaitu:
1. Tenaga pendidik, mereka
adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi
khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak
diangkat oleh siapapun.
2. Mata pelajaran yang
diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Sunnah,
namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir,
fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya.
3. Siswa atau peserta
didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam, tidak dibatasi
oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan.
4. Sistem pengajaran yang
dilakukan memakai sistem halaqah.
5. Metode pengajaran yang
diterapkan memakai 2 metode, yakni metode bandongan dan metode sorogan
6. Waktu pendidikan, tidak
ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan
di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiiatan
sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang.
3. Pondok Pesantren
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang
terdapat di Indonesia yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang
al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah
tata bahasa-bahasa Arab. Pesantren merupakan pendidikan islam tertua di Indonesia yang berfungsi
sebagai pusat dakwah dan pengembangan agama islam. Kata pesantren berasal dari
bahsa tamil yang berarti “guru mengaji” namun ada juga yang menyebut berasal
dari bahsa sansekerta “shstri” yang berarti orang-orang yang mempelajari
buku-buku suci atau orang yang melek huruf.
Ada dua dua pendapat mengenai asal-usul berdirinya pesantren di Indonesia.
Pertama, pesantren berasal dari tradisi tarekat. Penyiaran agama islam di
indoensia pada walnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang
melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid-wirid tertentu. Pemimpin tarekat
yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama
empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama dalam sebuah masjid
untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai. Untuk keperluan suluk
ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat
khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping itu juga diajarkan
kitab-kitab berbagai cabang ilmu pengetahuan agama islam. Aktifitas yang
dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian.
Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang
menjadi lembaga Pesantren.
Kedua, pesantren yang ada saat ini merupakan akulturasi dari mandala atau
patapan pada zaman Hindu-Budha. Anggapan ini muncul karena model pendidikan
yang sama seperti pesantren telah ada sejak zaman Hindu-Budha. Zaman sebelum
islam itu, sudah dikenal mandala, yaitu tempat suci berupa komplek pusat
kegiatan keagamaan untuk wiku, pendeta, murid dan pengikutnya. Mereka hidup di
dalam mandala dengan dipimpin oleh dewa guru. Konsep mandala ini dianggap sama
dengan pesantren. Santri dan kaiayi hidup dalam satu tempat yang sama untu
belajar agama islam, dan pimpinan tertinggi pesantren berada di tangan Kiayi.
Anggapan ini diperkuat dengan tidak ditemukannya system pendidikan seperti
pesantren di Negara-negara islam, tetapi sebaliknya, system seperti ini banyak
ditemukan di Negara-negara penganut Hindu-Budha seperti India, Myanmar dan
Thailand.
Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren, dilihat
dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran
Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk
pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Belum diketahui secara persis
pada tahun berapa pertama kali pesantren muncul sebagai pusat pendidikan agama
islam di Indonesia. Agama islam mulia menyebar ke seluruh Indonesia pada abad ke-15,
tetapi Islam diduga telah masuk ke Indonesia sejak abad ke-8, tepatnya di
daerah Perlak dekat selat Malaka. Namun, pesantren di Indonesia baru diketahui
keberadaannya dan berkembang pada abad ke-16. Pesantren yang dianggap sebagai
pesantren pertama yang muncul di Indonesia adalah Pesantren Ampel Denta yang
didirikan oleh Sunan Ampel. Dari pesantrennya ini lahirlah para wali yang
menyebarkan agama islam di pulau jawa khususnya, yaitu sunan Giri, sunan bonang
dan sunan drajat.
a)
Prinsip Dan Unsur Pendidikan Pesantren
Walaupun setiap
pesantren mempunyai ciri khas masing-masing namun ada lima prinsip dasar
pendidikannya yang tetap sama, yaitu:
1. Adanya hubungan yang
akrab antara santri dan Kiyai
2.
Santri taat dan patuh kepada Kiyainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki
oleh Kiai
3.
Santri hidup secara mandiri dan sederhana
4.
Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan.
5. Para santri terlatih
hidup berdisiplin dan tirakat
Pada umunya pesantren
terdiri dari beberapa element atau unsure, yaitu:
1. Pondok
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang lebih
menekankan aspek moralitas kepada santri dalam kehidupan ini karenanya untuk
nilai-nilai tersebut diperlukan bimbingan yang matang kepada santri, untuk
memudahkan itu diperlukan sebuah asrama sebagai tempat tinggal dan belajar di
bawah bimbingan seorang kiayi.
2. Masjid
Masjid merupakan elemen yang paling penting, sebab masjid merupakan tempat
pusat kegiatan yang ada bagi umat Islam. Masjid di jadikan sebagai pusat
pendidikan. Seorang kiyai yang ingin mengembangkan pasantren, bisanya yang
pertama didirikan adalah masjid di dekat rumahnya, karena dengan demikian
berarti Ia telah memulai sesuatu dengan simbol keagaman, yaitu Masjid yang
merupakan rumah Allah, dimana di dalamnya dipenuhi dengan rahmat dan ridho
Allah SWT .
3. Santri
Santri adalah siswa yang tinggal di pesantrenseorang santri harus
memperoleh kerelaan sang kyai, dengan mengikuti segenap kehendaknya dan
melayani segenap kepentingannya. Pelayanan harus dianggap sebagai tugas kehormatan
yang mrupakan ukuran penyerahan diri itu. Kerelaan kyai ini, yang dikenal
dipesantren dengan nama “barokah”, adalah alasan tempat berpijaknya santri di
dalam menuntut ilmu.
4. Kitab kuning
Kitab Kuning, pada umumnya dipahami sebagai kitab- kitab keagamaan
berbahasa Arab, mengunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan
pemikir muslim lainnya di masa lampau, hususnya yang berasal dari Timur Tengah.
Kitab Kuning mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas
“kekuning-kuningan”.pada umunya isinya menyinggung masalah syaria’at atau fiqih
dan masalah-masalah keimanan.
5. Kyai
Kyai merupakan unsur kunci dalam pesantren, karena itu sikap hormat
(takzim) dan kepatuhan mutlak terhadap kyai adalah salah satu nilai pertama
yang ditanamkan kepada santri. Kyai dengan karomahnya, adalah orang yang
senantiasa dapat memahami keagungan Allah dan rahasia alam. Dengan demikian,
kyai dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau, utamanya oleh orang
biasa. Karena karomahnya, santri dan masyarakat menyerahkan kekuasaan yang luas
pada kyai, dan biasanya mereka percaya hanya orang-orang tertentu yang bisa
mewarisi karomahnya tersebut seperi keturunannya dan santri kepercayaannya.
b) Pola Pendidikan
Pesantren
Pendidikan dan ajaran islam diberikan melalui pemberian contoh, perbuatan
dan sauri teladan. Para guru yang juga kiayi berlaku sopan santun, ramah-tamah,
tulus ikhlas, amanah percaya, welas asih, jujur adil, tepat janji serta
menghormati adat istiadat dan orang lain. Pada awalnya pendidikan islam
dilakukan di surau-surau, langgar masjid atau bahkan di serambi rumah sang
guru. Disana murid-murid belajar mengaji. Waktu belajarnya biasanya pada waktu
petang atau malam hari. Mereka duduk dilantai, melingkar menghadap sang guru
dan belajar membaca Al-Qur’an. Tempat-tempat pendidikan islam seperti ini yang
menjdi cikal-bakal pendidikan pesantren.
Sistem pendidikan pesantren masih sama seperti sistem pendidikan di surau atau langgar masjid, hanya
saja lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama. Pada awalnya tujuan pokok
dari pesantren adalah agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dan mengetahui
pokok-pokok ajaran islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari, seperti shalat,
puasa, dan zakat, maka sekarang disamping memberi pokok ajaran itu juga
diberikan ilmu dan alat untuk mempelajari agama Islam dari sumber yang asli
yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Alat yang digunakan untuk mendalami itu adalah
bahasa arab. Dengan menguasai bahasa arab orang akan dapat menggali
ajaran-ajaran islam dari sumbernya, sehingga dapat mengembangkan agama islam
dengan lebih baik.
4. Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau
wahana untuk mengenyam proses
pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia madrasah
disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa
madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang
berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
a)
Latar Belakang Timbulnya Madrasah
Madrasah mulai didirikan dan
berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran
agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan,
dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu
pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam,
maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran,
matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.
Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling
berebutan pengaruh di kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran
dan mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam
pengertian kelompok pikiran, mazhab atau aliran. Itulah sebabnya sebahagian
besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang
masyhur pada masanya, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau
Hanbaliyah.
b) Madrasah di Indonesia
Tumbuh dan kembangnyaa
madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan tumbuh dan berkembangnya
ide-ide pembaharuan di kalangan ummat Islam. Dipermulaan abad ke-20 timbul
beberapa perubahan bagi ummat Islam Indonesia dengan masuknya ide-ide
pembaruan.
Di antara ulama yang
berjasa dalam mengagas tumbuhnya madrasah di Indonesia antara lain Syekh
Abdul Ahmad, pendiri madrasah Adabiyah di Padang pada tahun 1909. Pada tahun
1915 madrasah ini menjadi HIS Adabiyah yang tetap mengajarkan agama.
Di kalangan organisasi
Islam pun giat pula melaksanakan pembaruan dalam bidang pendidikan, tercatat di
antaranya yang termashur adalah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta oleh KH. Ahmad
Dahlan pada tanggal 18 November 1912.
Sejak timbulnya
madrasah dan menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa
bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka,
madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari
pemerintah RI. UUD 1945 mengamanatkan, agar mengusahakan terbentuknya suatu
sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional yang diatur
undang-undang.
Untuk melaksanakan amanat tersebut, BPKNIP (Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai Badan Pekerja Majelis
Permusyawaratan Rakyat pada masa itu, merumuskan pokok-pokok usaha pendidikan
dan pengajaran yang terdiri dari 10 pasal. Pada pasal 5 (b) sebagaimana dikutip
oleh Hasbullah, menetapkan bahwa “madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya
adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang
sudah berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya juga
mendapat perhatian dan bantuan materil dari pemerintah.
Selanjutnya dalam
rangka meningkatkan madrasah sesuai dengan sasaran BPKNIP agar madrasah dapat
bantuan materil dan bimbingan dari pemerintah, maka kementerian agama
mengeluarkan peraturan Menteri Agama No. I tahun 1952. Menurut ketentuan ini,
yang dinamakan madrasah ialah “tempat pendidikan yang telah diatur sebagai
sekolah dan memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok
pengajarannya”.
Upaya pembinaan
madrasah, menuju kesatuan sistem pendidikan nasional, semakin ditingkatkan.
Usaha tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang Departemen Agama saja,
tetapi merupakan tugas dan wewenang pemerintah secara keseluruhan bersama
masyarakat.
Pada tahun 1975,
dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Menteri Dalam
Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Hal ini dilatar belakangi bahwa
siswa-siswa madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah,
yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam rangka merealisasikan SKB 3 menteri tersebut,
maka pada tahun 1976 Departemen Agama mengeluarkan kurikulum sebagai standar
untuk dijadikan acuan oleh madrasah, baik untuk MI, MTs, maupun Madrasah
Aliyah.
Hasil dari peningkatan civil
efect ijazah madrasah sama dengan ijazah sekolah umum, hakekat dari
SKB tiga mentri adalah:
1. Ijazah madrasah
mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah lebih umum setingkat.
2. Lulusan madrasah dapat
melanjutkan ke sekolah umum setingkat atas.
3. Siswa madrasah dapat
berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Selain
itu masih ada juga pendidikan islam yang dapat di tempuh dari sekolah kedinasan
yaitu :
1.
Sekolah-Sekolah Dinas
Setelah indonesia
merdeka, ditetapkan departemen yang membidangi dan mengurus masalah agama
adalah departemen agama. Departemen agama berdiri sejak tanggal 3 Januari 1946,
dengan Mentri Agamanya yang pertama M. Rasyidi, BA. Dari sekian banyak tugas
Departemen ini, salah diantaranya ada bidang pendidikan.
Dengan ditanda
tanganinya SKB 3 Menteri yang berisikan
tentang peraturan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri yang berlaku mulai
1 Januari 1947.
Pada surat keputusan
bersama ini dijelaskan:
1. Guru-guru agama
diangkat, diberhentikan dan sebagainya oleh Mentri Agama, atas instansi agama
yang bersangkutan
2. Begitu pula segala
biaya untuk pendidikan agama itu menjadi tanggungan Kementirian Agama.
Berdasarkan SKB tersebut, maka Kementrian Agama
berkewajiban untuk mengangkat dan mengadakan guru agama, dalam hal mengadakan
guru agama menjadi persoalan bagaimana mendapatkan tenaga guru untuk mengajar
agama disekolah-sekolah.
Sekolah Dinas maksudnya adalah setelah lulus dari
sekolah tersebut di angkat menjadi pegawai negeri dan karena itu murid-murid di
kedua sekolah ini harus berikatan dinas sesuai dengan Peraturan Menteri Agama
No. 8 Tahun 1951. Karena kekurangan anggaran negara sejak tahun 1969 tidak lagi disediakan
ikatan dinas.
2. Perguruan Tinggi Islam
Ada beberapa lembaga
dari perguruan tinggi islam, yaitu:
1. Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN)
PTAIN yang berdiri diresmikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1950, baru beroperasi secara praktis pada tahun 1951. Dimulailah
perkuliahan perdana pada tahun tersebut dengan jumlah siswa 67 orang dan 28
orang siswa persiapan dengan pimpinan fakultasnya adalah KH. Adnan.
2. Akademi Dinas Ilmu
Agama (ADIA)
Dengan di tetapkannya
peraturan bersama Menteri Agama, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan pada
tahun 1951 No. K/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama) dan No. 143/K
tanggal 20 Januari 1951 (pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi di
masukkan kesekolah-sekolah negeri dan swasta.
Berkenaan dengan itu,
dan berkaitan dengan peraturan-peraturan sebelumnya, maka departemen agama
untuk kesuksesan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu
untuk merealisasikan salah satu tugas tersebut pemerintah mendirikan Akademi
Dinas Ilmu Agama (ADIA) dengan maksud dan tujuan guna mendidik dan mempesiapkan
pegawai negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi untuk
dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik umum maupun
kejuruan dan agama.
3.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN berusaha
kuranag lebih 9 tahun, maka lembaga pendidikan tinggi di maksud telah mengalami
perkembangan. Dengan perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu menampung
keluasan cakupan ilmu-ilmu keislaman tersebut kalau hanya berada di bawah
satuan payung fakultas saja. Berkenaan dengan itu timbullah ide-ide,
gagasan-gagasan untuk mengembangkan cakupan PTAIN kepada yang lebih luas.
Untuk menciptakan IAIN
memerlukan proses yang cukup serius, ringkasnya penggabungan dua lembaga yang
pada mulanya berdiri masing-masing PTAIN dan ADIA , berdasarkan pasal 2
peraturan Perisiden No. 11 Tahun 1960 tersebut Mentari agama mengeluarkan
sebuah ketetapan Menteri Agama No. 43 Tahun 1960 tentang penyelenggaraan
Institut Agama Islam Negeri dan sebagai pelaksanaannya di keluarkanlah
Peraturan Menteri Agama No. 8 tahun 1961 tentang pelaksanaan penyelenggaraan
IAIN.
IAIN
Al-Jami’ah diresmikan berdirinya pada tanggal 2 Rabiul Awal tahun 1380 H. Dalam
perkembangan berikutnya IAIN Sunan Kali Jaga yogyakarta berkembang menjadi 16
fakultas yang tersebar di beberapa tempat seperti Banjarmasin, Palembang,
Surabaya, Serang, Banda Aceh, Jambi, Padang. Perkembangan fakultas
agama di beberapa daerah merupakan realisasi ketatapan MPRS tanggal 3 Des. 1960
No. 11/MPRS/1960 tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta
berencana.
4.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
STAIN pada awalnya cabang
dari Yogyakarta atau Jakarta menjadi IAIN yang berdiri sendiri. Demikianlah
hingga tahun 1973 IAIN tercatat 14 di seluruh Indonesia.
IAIN
yang berdidri sendiri itu, berdasarkan kebutuhan berbagai daerah membuka cabang
pula di luar IAIN induknya sehingga IAIN menjadi berkembang di berbagai daerah,
dalam perkembangan itu muncullah duplikasi fakultas.
Beda IAIN dengan STAIN
adalah. Jika Institut menyelenggarakan program akademik dan/atau profesional
dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian yang
sejenis. Sedangkan sekolah tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik
dan/profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.
5.
Universitas
Islam Negeri
Beberapa tahun
belakangan ini ada pikiran yang ingin mengembangkan IAIN menjadi
Universitas. Rintisan kearah itu telah mulai di laksanakan. Perubahan tersebut
tidak begitu sulit selama pihak berwenang setuju. Ada beberapa modal dasar yang
dimiliki IAIN yang menjadikan landasannya bagi pengembangannya.
1.) Landasan filosofis dan
konstitusional
2.) Sosiologis
3.) Edukatif
Dasar pemikiran yang
paling penting tentang pembukaan IAIN ke UIN itu adalah:
1.) Integrasi antara bidang
ilmu agama dengan bidang ilmu umum sehingga kedua ilmu itu menjadi menyatu
sehingga tidak menjadi dikhonomi
2.) Berobahnya Madrasah
sebagai sekolah yang berci khas agama Islam, sehingga tamatan Madrasah Aliyah
lebih dipersiapkan untuk memasuki universitas madrasah di ajarkan ilmu-ilmu
yang sama dengan apa yang di ajarkan di sekolah.
3.) Alumni UIN lebih
terbuka kesempatan untuk mobilitas vertikal ketimbang alumni IAIN dan lebih
beragam lapangan kerja yang bisa dimasuki mereka.
6. Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta (PTAIS)
UII
setelah dinegerikan menjadi PTAIN tahun 1950, kemudian PTAIN digabungkan dengan
ADIA menjadi IAIN, dan dari IAIN dari fakultas-fakultas daerahnya menjadi
STAIN, fakultas yang non agama UII (ekonomi, hukum, dan pendidikan) tetap
menjadi fakultas swasta. Fakultas swasta menjadi berkembang dan sekarang ditambah dengan
fakultas-fakultas lain.
Universitas-Universitas
Islam yang di bawah langsung organisasi Islam, tercatat misalnya Universitas
Muhammadiyah, Universitas Nahdatul Ulama dll, universitas yang diasuh oleh
organisasi maupun independen, fakultas keagamaan ini dibawah pengawasan
Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) pada wilayah
setempat.
Untuk menetapkan ciri
keislaman pada universitas-universitas Islam Swasta tersebut pendidikan agama
Islam pada fakultas nonkeagamaan tidak hanya terbatas di beri 2 SKS saja
seperti yang dilaksanakan di universitas-universitas negeri. Di universitas
agama Islam swasta diberikan pendidikan agama Islam yang bervariasi di atas 2
SKS, sebagai contohnya Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan diberikan
Pendidikan Agama Islam di setiap semesternya.
3. Pendidikan Islam
Non-Formal
Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Pasal 26 telah memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan
pendidikan nonformal tersebut, satuan pendidikan non formal tersebut terdiri
atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan sejenisnya.
Di Indonesia, jauh
sebelumnya adanya pendidikan Islam formal di pesantren, sekolah, madrasah dan
pendidikan tinggi, telah berlangsung pendidikan non formal.
Para Mubaligh
berdatangan dari luar Indonesia melakukan pendidikan secara non formal. Mesjid
atau tempat-tempat lain merupakan pusat kegiatan pendidikan tersebut.
Pendidikan nonformal ini ditunjukkan kepada masyarakat ramai, sedangkan untuk
mendidika murid-murid mereka, mereka lakukan dengan cara khusus.
Selain dari kegiatan
pendidikan formal tersebut di kalangan masyarakat terdapat pula pendidikan
agama nonformal. Pendidikan agama nonformal ini di Indonesia lebih terkenal
dengan sebutan majelis taklim.
Kegiatan
majlis taklim ini adalah bergerak dalam bidang dakwah Islam, lazimnya
disampaikan dalam bentuk ceramah, tanya jawab oleh seorang ustadz atau kiai di
hadapan para jamaahnya. Kegiatan ini telah dijaadwalkan waktu dab ditentukan tempatnya.
Ada beberapa esensi
dari majlis taklim ini, yaitu:
1.) Lembaga pendidikan
Islam nonformal
2.) Pendidik
3.) Peserta didik (jama’ah)
4.) Adanya materi yang
disampaikan
5.) Dilaksanakan secara
teratur
6.) Tujuan untuk mencapai
derajat ketakwaan kepada Allah SWT.
Di pandang dari sudut
teori pendidikan, bahwa majlis Taklim adaldah salah satu di antara pusat
pendidikan di samping rumah tangga dan sekolah. Ki Hajar Dewantara menyebutkan
ada tiga pusat pendidikan (tri pusat) pendidikan rumah tangga, sekolah, dan
masyarakat. Majlis Taklim ini tergolong pada pendidikan Islam di Masyarakat.
Selain dari Majlis
Taklim di kalangan remaja muncul pula lembaga pendidikan nonformal dalam bentuk
pesantren kilat. Kegiatan berlangsung satu atau dua minggu, yang lebih tepat
dikelompokkan pada pelatihan.
Dengan
demikian, pendidikan Islam itu bisa dilaksanakan dalam bentuk lembaga kursus,
misalnya kursus membaca dan menafsirkan Al-Qur’an, bisa dalam bentuk pelatihan,
misalnya pesantren kilat, bisa dalam bentuk kelompok belajar dan pusat kegiatan
belajar masyarakat serta yang terbanyak tersebar di masyarakat adalah Majlis
Taklim.
Referensi
:
Irpan.https://irpan1990.wordpress.com/2011/07/01/lembaga-lembaga-pendidikan-islam/html. Diakses pada 8 Maret 2017 Pukul 14:00.
Hasbullah, op.cit., hlm. 175.
Baiq Widia Nita Kasih.http://bqwidianitakasih.blogspot.co.id/2012/10/jenis-jenis-lembaga-pendidikan-islam.html Diakses pada 8 Maret 2017 Pukul 14:10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar