MAKALAH FIQIH IBADAH
“PUASA SUNNAH”
Disusun oleh :
Kelompok :
6 (Enam)
Nama :
1.
Nurul (17
0201 0143)
2.
Nursat
Laman (17 0201
0153)
3.
Maya
Ifna Fathana Napoh (17 0201 0161)
4.
Mila
Sari (17
0201 0172)
5.
Mila
Sembong (17
0201 0187)
Kelas : PAI-D
Semester :
I
(Satu)
Dosen : Dr. Hj. A.
Sukmawati Assa’ad, S.Ag, M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2017/2018
KATA
PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Puji dan Syukur kita panjatkan
ke hadirat Allah Swt., zat Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya. Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan Makalah Fiqih Ibadah yang berjudul Puasa Sunnah.
Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah berjasa memberikan bantuan serta dukungan, dan
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Guru
Fiqih Ibadah kami Ustadzah Dr. Hj. A. Sukmawati Assa’ad, S.Ag, M.Pd. Karena atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami dalam pembuatan
dan penyelesaian makalah ini.
2. Kedua Orang Tua kami, yang senantiasa mendukung, menuntun kami
dalam hidup ini dengan doa yang tulus.
Penulisan
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sistematika yang
masih kurang baik, masih kurangnya pengetahuan kami tentang Materi. Sehingga pada
kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman mahasiswa/mahasiswi
dan para pembaca untuk penulisan Makalah yang lebih baik kedepannya.
Semoga
dengan adanya Makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan
semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain
dengan lebih baik lagi.
Palopo, 26 September 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
A.
Latar
Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 1
C.
Tinjauan Pustaka...................................................................................... 2
D. Pembahasan............................................................................................. 3
A. Pengertian
Puasa Sunnah................................................................... 3
B. Macam-Macam
Puasa Sunnah........................................................... 4
a. Puasa Senin
Kamis....................................................................... 4
b. Puasa Tiga
Hari Setiap Bulan Hijriyah........................................ 5
c. Puasa Nabi
Daud a.s.................................................................... 5
d. Puasa Di
Bulan Sya’ban.............................................................. 5
e. Puasa Enam
Hari Di Bulan Syawal............................................. 7
f. Puasa awal Dzulhijah................................................................... 7
g. Puasa
‘Arafah.............................................................................. 8
h. Puasa
‘Asyura.............................................................................. 8
i.
Puasa hari Ke-9 Pada Bulan Muharram (Puasa Tasu’a)............... 9
C. Ketentuan
Melakukan Puasa Sunnah................................................ 10
D. Manfaat
Puasa Sunnah...................................................................... 11
E.
Kesimpulam............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15
A. Latar
Belakang Masalah
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh
umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu, bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting
untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah swt., telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya
diantara amal-amal ibadah lainnya.
Puasa dalam
bahasa Arab di istilahkan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara
terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak” yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran
untuk maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan makan dan
minum, hubungan suami istri, dan berbicara yang buruk.
Sedangkan
puasa secara syar’i adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami
istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.
Puasa
Sunnah adalah
puasa yang dalam pelaksanaannya tidak diwajibkan, akan tetapi sangat dianjurkan
dan waktu pelaksanaannya juga pada waktu-waktu yang tertentu. Namun ada juga
puasa sunnah yang dapat dilakukan pada waktu kapan saja.
Prinsip Puasa Sunnah, yaitu tidak boleh
berpuasa secara berturut-turut tanpa berbuka sama sekali. Selain itu, pahala
puasa juga hanya Allah SWT yang mengetahuinya.
B. Rumusan
Masalah
Di
setiap penulisan Makalah tentu memiliki rumusan masalah. Adapun rumusan masalah
dalam penulisan pada Makalah ini adalah
:
1. Apa
definisi dari puasa Sunnah?
2. Apa sajakah macam-macam puasa sunnah?
3. Bagaimana ketentuan
melakukan puasa sunnah?
4. Bagaimana manfaat puasa
sunnah?
C. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan dengan judul makalah
mengenai “Puasa Sunnah” maka diperlukan penjelasan mengenai puasa dan sunnah.
a. Puasa
Puasa/pu·a·sa/ adalah menghindari makan, minum, dan sebagainya dengan
sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa adalah
salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum,
dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.[1]
Arti
puasa menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu
bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan,
minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit
matahari / fajar / subuh hingga matahari terbenam / maghrib dengan berniat
terlebih dahulu sebelumnya.
Puasa
memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa
nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur kepada
Allah SWT dan juga untuk
membuat
tubuh menjadi lebih sehat.
b. Sunnah
Sunnah
adalah jalan yg
biasa ditempuh; kebiasaan. Sunnah diartikan pula dengan aturan agama yg
didasarkan atas segala apa yg dinukilkan dari nabi Muhammad saw., baik
perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah
ditinggalkannya; hadis. Sunnah adalah perbuatan yang apabila dilakukan mendapat
pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.[2]
Sunnah (Arab: سنة sunnah, artinya "arus yang lancar
dan mudah" atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan
(tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.
Sunnah merupakan
sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan
cara rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam).
D. Pembahasan
A. Pengertian Puasa Sunnah
Puasa
dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum”
atau “shiyam”. Secara terminology
“shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk
maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan
makan, minum, hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara
syar’i adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa
saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari,
dengan mengharap ridha Allah SWT.[3]
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib.
Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali
Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah
inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah.[4]
Sebagaimana
disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا
يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى
يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى
بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku
senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya
yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan
jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari
no. 2506).[5]
B. Macam-Macam Puasa Sunnah
a. Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ
يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai
amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika
amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747.
Shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau mengatakan,
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ
وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin
dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih).[6]
Adapun dibawanya amal-amal tersebut
oleh Malaikat, adalah satu kali malam dan satu kali siang hari; dan
tentang dibawanya pada bulan sya’ban adalah dibelokkan pada pengertian,
dibawanya amal satu tahun secara keseluruhan. Puasa hari senin lebih Afdhal
dari pada kamis, karena adanya kekhususan-kekhususan yang banyak dikemukakan
oleh para Ulama.[7]
Rasulullah Saw., biasa puasa Syawal 6 hari
berturut-turut, tapi sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6
hari, namun pahalanya insya allah sama dengan yang berturut-turut. namun, menurut pendapat
beberapa ulama termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu
lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan
tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.[8]
b. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
Yaitu pada hari 13, 14 dan 15. Tapi bila dilaksanakan pada selain hari-hari
tersebut dipandang sah. Nabi SAW bersabda:
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ
صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Dari Abi Zarr, Nabi SAW. Bersabda:
“Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak puasa tiga hari dalam sebulan, hendaklah
engkau puasa pada hari ke 13, 14, dan 15.” (HR. Ahmad
dan Nasa’i).[9]
c. Puasa Nabi Daud a.s
Puasa Daud yaitu puasa yang
dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa ).
Nabi Muhammad Saw., bersabda :
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى
اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ
عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ ,
وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah)
yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah)
yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur
separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam,
dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari).[10]
d. Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
لَمْ يَكُنِ
النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ،
فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan
Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban
seluruhnya.”
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa
hanya sedikit hari saja.”
Yang dimaksud di sini adalah
berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya). Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain
di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.[11]
Puasa di bulan Sya’ban adalah
sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang
sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan
lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri
tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan
melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan
dalam hadits qudsi berikut.
وَمَا
يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى
يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى
بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Dan
senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi
petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk
pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada
tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia
gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku
mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”
Orang yang
senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah,
lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan
kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan
mustajabnya (terkabulnya) do’a.
e. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal
setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara
berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.[12]
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan
dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang
siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul dengan berpuasa 6 (enam) hari di
bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R
Muslim)
f. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى
اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
"Tidak ada satu amal sholeh
yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada
hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat
bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang
berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun."
Keutamaan sepuluh hari awal
Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu,
sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan
sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di
awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari
istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah,
pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya,...”[13]
g. Puasa ‘Arafah
Puasa
‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy
berkata,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau
menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang
akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau
menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu”. Sedangkan
untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah.[14]
h. Puasa ‘Asyura
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah
(puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat
yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa
sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[15]
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada
tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad
di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun
diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah
untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu
’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin
untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ
تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا
الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى
تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Wahai Rasulullah, hari ini
adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau
mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)-
kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum
sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal
dunia.”
i.
Puasa hari
ke-9 pada bulan Muharram (puasa Tasu’a)
Sebagaimana
dijelaskan pada hadits:
عن ابن عباس
رضي الله عنه لو بقيت على قابل لأصومنّ التسع والعاشر (زواه مسلم)
Dari Ibn Abbas, berkata:” Jika aku
masih hidup sampai masa (bulan) depan, aku akan melaksanakan puasa pada hari
yang ke-9 dan 10 (Muharram).”
Dari keterangan ini, bagi orang yang
tidak bepuasa tasu’a disunnahkan berpuasa pada tanggal 11-nya, bahkan telah
berpuasa tanggal 9 sekalipun; tersebut didalam Al-Umm : tidaklah mengapa, bila
berpuasa pada tanggal 10 nya juga.[16]
C. Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah
1. Boleh
berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama
tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda
dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.[17] Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله
عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ.
قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ
صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai
makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada." Beliau berkata,
"Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada
hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais
(makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun
berkata, "Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku
berpuasa."An Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya
melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal
(bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun
tanpa udzur. ”
2.
Boleh menyempurnakan atau
membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah
merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika
ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat
Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat
bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.[18]
3.
Ijin suami. Seorang istri tidak
boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin
suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.”.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat
dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah
larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab
pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan
istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh
istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri
melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.”
Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si
istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak
mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
D. Manfaat Puasa Sunnah
Puasa
memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu
maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap
ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa
mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu
melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa
lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu
mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan
terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita,
karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya
Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah
memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk
keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.[19]
Perintah berpuasa dari Allah
terdapat dalam Al-Quran di surat Al-Baqarah ayat 183.
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Di
antara hikmah dan faedah puasa selain untuk menjadi orang yang bertakwa adalah sebagai
berikut;
1. Untuk
pendidikan/latihan rohani
2. Mendidik jiwa agar
dapat menguasai diri
3.
Mendidik
nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti
4.
Mendidik
jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebik-baiknya
5.
Mendidik
kesabaran dan ketabahan
6.
Untuk
perbaikan pergaulan, Orang yang berpuasa
akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak menderita kelaparan
dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka menolong kepada
orang-orang yang menderita.
7.
Untuk
kesehatan.
8.
Sebagai
rasa syukur atas segala nikmat Allah.
9.
Menguatkan
kesabaran.
10.
Untuk
mendapat keampunan dosa.
11.
Menjadi
perisai dari api neraka.
Sabda
Rasullah Saw., :
Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisai
dalam peperangan ”(HR. Ahmad dll dari Usman bin Abul’Ash); Kelima,
cara terbaik untuk mengendalikan gejolak hawa nafsu seksualitas, sesuai sabda
Rasulullah: “Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang telah memiliki ba’ah
(nafkah nikah) maka hendaklah segera menikah, karena nikah dapat menjaga mata
dan memelihara nama baik. Dan siapa-siapa yang belum mampu maka hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah perisai baginya.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)[20]
12.
Memperoleh
kebahagian berganda
Sabda
Rasullah Saw., :
“Orang
yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan yang menyenangkan, yaitu ketika berbuka
puasa, ia bahagia dengan buka puasanya, dan ketika berjumpa dengan Tuhan, ia bahagia karena (pahala)
puasanya.” (HSR.
Bukahri dan Muslim dari Abu Hurairah)
13. Mensucikan
jiwa dengan menaati perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.
Rasulullah
saw bersabda:
“Demi jiwaku yang berada
dalam genggamanNya sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi
Allah daripada wanginya misk (kasturi), ia meninggalkan makan, minum dan nafsu
hanya karena Aku, Setiap amalan anak cucu Adam adalah untuknya sendiri, kecuali
puasa, sesungguhnya ia adalah untukKu dan Aku akan memberikan ganjaran
(pahala)nya.” (HSR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)[21]
E. Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah tertera pada bab sebelumnya kami dapat menarik kesimpulan
yaitu :
1.
Puasa sunnah adalah amalan
yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah
dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun
al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah.
2.
Adapun macam-macam puasa sunnah yaitu :
-
Puasa Senin Kamis
-
Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
-
Puasa Nabi Daud A.S
-
Puasa Di Bulan Sya’ban
-
Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal
-
Puasa Di Awal Dzulhijah
-
Puasa ‘Arafah
-
Puasa Asyura
-
Puasa Hari Ke-9 Pada Bulan Muharram (Puasa Tasu’a)
3.
Ketentuan puasa sunnah yaitu :
§
Boleh berniat puasa sunnah setelah
terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
§
Boleh menyempurnakan atau
membatalkan puasa sunnah.
§
Ijin suami.
4.
Manfaat puasa sunnah yaitu :
ü Untuk
pendidikan/latihan rohani
ü Mendidik
jiwa agar dapat menguasai diri
ü Mendidik
nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti
ü Mendidik
jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebik-baiknya
ü Mendidik
kesabaran dan ketabahan
ü Untuk
perbaikan pergaulan
ü Untuk
kesehatan.
ü Sebagai
rasa syukur atas segala nikmat Allah.
ü Menguatkan kesabaran.
ü Untuk mendapat keampunan dosa.
ü Menjadi perisai dari api neraka.
ü Memperoleh kebahagian berganda
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Rizki. 2014. “Makalah
Tentang Puasa”. Diakses Dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html. Pada Tanggal 25 September 2017 Pukul 13.37.
Anepule. 2013. “Puasa Wajib Dan Sunah”. diakses
dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/. pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.05.
Anonim. 2014. “Pengertian
Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya”. diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
Anonim. 2017. “Makalah
Fiqih Puasa Sunnah”. diakses dari http://makalahpuasasunah.blogspot.co.id/. pada tanggal
25 September 2017 pukul 14.30.
H. Aliy, As’ad. 1979. Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2. Yogyakarta : Menara
Kudus.
Hani Siti Nurjannah. 2015. “Makalah Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”. http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-sunnah.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.10.
Hasan
Ridwan. 2009.
Fiqih Ibadah. Bandung : Pustaka Setia.
Helmi
Basri. 2010.
Fiqih Ibadah. Pekanbaru:
Suska Press.
Rencong Cyber. 2011. “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”. diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
Rizal Media Channel. 2017. “Puasa Sunnah”. diakses
dari http://kumpulanmakalahkuliahlengkap.blogspot.co.id/2017/02/makalah-puasa-sunnah.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.37.
Sayyid Sabiq. 2006. Fikih Sunnah
Jilid 3. Bandung : Alma’arif.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
[1]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1221.
[2]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1555.
[3]Hasan Ridwan, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia 2009), hlm. 235.
[4]Anonim, 2017, “Makalah Fiqih Puasa
Sunnah”, diakses dari http://makalahpuasasunah.blogspot.co.id/, pada tanggal 25 September 2017
pukul 14.30.
[5]Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 3, (Bandung :
Alma’arif, 2006), hlm. 3
[6]Rencong Cyber, “Macam-Macam Puasa
Wajib dan Puasa Sunnah”, diakses
dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[7]H. Aliy,
As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta:
Menara Kudus, 1979), hlm. 99
[8]Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press,
2010) hlm.104
[9]Hani Siti Nurjannah, “Makalah
Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”, http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-sunnah.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.10.
[10]Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press,
2010) hlm.105.
[11]Rencong
Cyber, “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa
Sunnah”, diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada
tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[12]Anepule, “Puasa Wajib Dan Sunah”, diakses dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/, pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.05.
[13]Rencong
Cyber, “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa
Sunnah”, diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada
tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[14]Rizal Media Channel, “Puasa Sunnah”, diakses dari http://kumpulanmakalahkuliahlengkap.blogspot.co.id/2017/02/makalah-puasa-sunnah.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.37.
[15]H. Aliy, As’ad,
Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta: Menara Kudus, 1979), hlm. 97
[16]H. Aliy,
As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta:
Menara Kudus, 1979), hlm. 99
[17]Anonim, “Pengertian
Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya”,
diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
[18]Anonim, “Pengertian Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya”, diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
[19]Ahmad
Rizki, “Makalah Tentang Puasa”, diakses
dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada
tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.
[20]Ahmad Rizki, “Makalah Tentang
Puasa”, diakses dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.
[21]Ahmad Rizki, “Makalah Tentang
Puasa”, diakses dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar