Senin, 19 Maret 2018

Makalah Fiqih Ibadah "Puasa Sunnah"

MAKALAH FIQIH IBADAH
PUASA SUNNAH


Disusun oleh :
Kelompok      : 6 (Enam)
Nama              :
1.    Nurul                                           (17 0201 0143)
2.    Nursat Laman                            (17 0201 0153)
3.    Maya Ifna Fathana Napoh        (17 0201 0161)
4.    Mila Sari                                      (17 0201 0172)
5.    Mila Sembong                             (17 0201 0187)

Kelas               : PAI-D
Semester         : I (Satu)
Dosen              : Dr. Hj. A. Sukmawati Assa’ad, S.Ag, M.Pd.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

2017/2018

KATA PENGANTAR

ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Puji dan Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt., zat Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya. Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan  penulisan Makalah Fiqih Ibadah yang berjudul Puasa Sunnah.
Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan bantuan serta dukungan, dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.    Guru Fiqih Ibadah kami Ustadzah Dr. Hj. A. Sukmawati Assa’ad, S.Ag, M.Pd. Karena atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.
2.    Kedua Orang Tua kami, yang senantiasa mendukung, menuntun kami dalam hidup ini dengan doa yang tulus.
Penulisan Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sistematika yang masih kurang baik, masih kurangnya pengetahuan kami tentang Materi. Sehingga pada kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman mahasiswa/mahasiswi dan para pembaca untuk penulisan Makalah yang lebih baik kedepannya.
Semoga dengan adanya Makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi  serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain dengan lebih baik lagi.


Palopo, 26 September 2017


Penulis         
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

A.    Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tinjauan Pustaka...................................................................................... 2
D.    Pembahasan............................................................................................. 3
A.    Pengertian Puasa Sunnah................................................................... 3
B.     Macam-Macam Puasa Sunnah........................................................... 4
a.       Puasa Senin Kamis....................................................................... 4
b.      Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah........................................ 5
c.       Puasa Nabi Daud a.s.................................................................... 5
d.      Puasa Di Bulan Sya’ban.............................................................. 5
e.       Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal............................................. 7
f.       Puasa awal Dzulhijah................................................................... 7
g.      Puasa ‘Arafah.............................................................................. 8
h.      Puasa ‘Asyura.............................................................................. 8
i.        Puasa hari Ke-9 Pada Bulan Muharram (Puasa Tasu’a)............... 9
C.     Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah................................................ 10
D.    Manfaat Puasa Sunnah...................................................................... 11
E.     Kesimpulam............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15


 A.    Latar Belakang Masalah
Puasa merupakan  amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu, bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah swt., telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya.
Puasa dalam bahasa Arab di istilahkan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al- imsak” yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan   makan dan minum, hubungan suami istri, dan berbicara yang buruk.
Sedangkan puasa secara syar’i adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.
Puasa Sunnah adalah puasa yang dalam pelaksanaannya tidak diwajibkan, akan tetapi sangat dianjurkan dan waktu pelaksanaannya juga pada waktu-waktu yang tertentu. Namun ada juga puasa sunnah yang dapat dilakukan pada waktu kapan saja.
Prinsip Puasa Sunnah, yaitu tidak boleh berpuasa secara berturut-turut tanpa berbuka sama sekali. Selain itu, pahala puasa juga hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

B.     Rumusan Masalah
Di setiap penulisan Makalah tentu memiliki rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penulisan pada Makalah  ini adalah :
1.   Apa definisi dari puasa Sunnah?
2.   Apa sajakah macam-macam puasa sunnah?
3.   Bagaimana ketentuan melakukan puasa sunnah?
4.   Bagaimana manfaat puasa sunnah?

C.    Tinjauan Pustaka
Berdasarkan dengan judul makalah mengenai “Puasa Sunnah” maka diperlukan penjelasan mengenai puasa dan sunnah.
a.      Puasa
Puasa/pu·a·sa/ adalah menghindari makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa adalah salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.[1]
 Arti puasa menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari / fajar / subuh hingga matahari terbenam / maghrib dengan berniat terlebih dahulu sebelumnya. Puasa memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur kepada Allah SWT dan juga untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat.
b.      Sunnah
Sunnah adalah jalan yg biasa ditempuh; kebiasaan. Sunnah diartikan pula dengan aturan agama yg didasarkan atas segala apa yg dinukilkan dari nabi Muhammad saw., baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya; hadis. Sunnah adalah perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.[2]
Sunnah (Arab: سنة sunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah" atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.
Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam).

D.    Pembahasan
A.    Pengertian Puasa Sunnah
Puasa dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al- imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan   makan, minum, hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.[3]
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah.[4]
Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).[5]

B.     Macam-Macam Puasa Sunnah
a.      Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih).[6]
Adapun dibawanya amal-amal tersebut oleh Malaikat, adalah satu kali  malam dan satu kali siang hari; dan tentang dibawanya pada bulan sya’ban adalah dibelokkan pada pengertian, dibawanya amal satu tahun secara keseluruhan. Puasa hari senin lebih Afdhal dari pada kamis, karena adanya kekhususan-kekhususan yang banyak dikemukakan oleh para Ulama.[7]
Rasulullah Saw., biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya allah sama dengan yang berturut-turut. namun, menurut pendapat beberapa ulama termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.[8]


b.      Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
Yaitu pada hari 13, 14 dan 15. Tapi bila dilaksanakan pada selain hari-hari tersebut dipandang sah. Nabi SAW bersabda:
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى)
Dari Abi Zarr, Nabi SAW. Bersabda: “Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak puasa tiga hari dalam sebulan, hendaklah engkau puasa pada hari ke 13, 14, dan 15.” (HR. Ahmad dan Nasa’i).[9]
c.       Puasa Nabi Daud a.s
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka ( tidak berpuasa ).
Nabi Muhammad Saw., bersabda :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى)
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari).[10]
d.      Puasa di Bulan Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.”
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.
Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya). Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.[11]
Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a.
e.       Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.[12]
Nabi Muhammad saw. bersabda ;
عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ   ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ  (رواه مسلم)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul  dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka ( pahalanya ) bagaikan puasa setahun penuh.” ( H.R Muslim)
f.       Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun."
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya,...”[13]
g.      Puasa ‘Arafah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa ‘Arofah? Beliau menjawab, ”Puasa ‘Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu”. Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa ‘Arofah.[14]
h.      Puasa ‘Asyura
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[15]
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad  di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ». قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.”
i.        Puasa hari ke-9 pada bulan Muharram (puasa Tasu’a)
Sebagaimana dijelaskan pada hadits:
عن ابن عباس رضي الله عنه لو بقيت على قابل لأصومنّ التسع والعاشر (زواه مسلم)
Dari Ibn Abbas, berkata:” Jika aku masih hidup sampai masa (bulan) depan, aku akan melaksanakan puasa pada hari yang ke-9 dan 10 (Muharram).”
Dari keterangan ini, bagi orang yang tidak bepuasa tasu’a disunnahkan berpuasa pada tanggal 11-nya, bahkan telah berpuasa tanggal 9 sekalipun; tersebut didalam Al-Umm : tidaklah mengapa, bila berpuasa pada tanggal 10 nya juga.[16]

C.    Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah
1.      Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.[17] Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak ada." Beliau berkata, "Kalau begitu, saya akan berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa."An Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
2.      Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.[18]
3.      Ijin suami. Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.”
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.” Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”

D.    Manfaat Puasa Sunnah
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.[19]
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Quran di surat Al-Baqarah ayat 183.
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Di antara hikmah dan faedah puasa selain untuk menjadi orang yang bertakwa adalah sebagai berikut;
1.      Untuk pendidikan/latihan rohani
2.      Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri
3.      Mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti
4.      Mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebik-baiknya
5.      Mendidik kesabaran dan ketabahan
6.      Untuk perbaikan pergaulan, Orang yang berpuasa akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak menderita kelaparan dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka menolong kepada orang-orang yang menderita.
7.      Untuk kesehatan.
8.      Sebagai rasa syukur atas segala nikmat Allah.
9.      Menguatkan kesabaran.
10.  Untuk mendapat keampunan dosa.
11.  Menjadi perisai dari api neraka.
Sabda Rasullah Saw., :
Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisai dalam peperangan ”(HR. Ahmad dll dari Usman bin Abul’Ash);  Kelima, cara terbaik untuk mengendalikan gejolak hawa nafsu seksualitas, sesuai sabda Rasulullah: “Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang telah memiliki ba’ah (nafkah nikah) maka hendaklah segera menikah, karena nikah dapat menjaga mata dan memelihara nama baik. Dan siapa-siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah perisai baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)[20]
12.  Memperoleh kebahagian berganda
Sabda Rasullah Saw., :
“Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan yang menyenangkan, yaitu ketika berbuka puasa, ia bahagia dengan buka puasanya, dan ketika berjumpa dengan Tuhan, ia bahagia karena (pahala) puasanya.” (HSR. Bukahri dan Muslim dari Abu Hurairah)
13.  Mensucikan jiwa dengan menaati perintah Allah dan meninggalkan laranganNya.
Rasulullah saw bersabda:
 “Demi jiwaku yang berada dalam genggamanNya sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah daripada wanginya misk (kasturi), ia meninggalkan makan, minum dan nafsu hanya karena Aku, Setiap amalan anak cucu Adam adalah untuknya sendiri, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah untukKu dan Aku akan memberikan ganjaran (pahala)nya.” (HSR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)[21]
E.     Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah tertera pada bab sebelumnya kami dapat menarik kesimpulan yaitu :
1.      Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah.
2.      Adapun macam-macam puasa sunnah yaitu :
-          Puasa Senin Kamis  
-          Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
-          Puasa Nabi Daud A.S
-          Puasa Di Bulan Sya’ban
-          Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal
-          Puasa Di Awal Dzulhijah
-          Puasa ‘Arafah
-          Puasa Asyura
-          Puasa Hari Ke-9 Pada Bulan Muharram (Puasa Tasu’a)
3.      Ketentuan puasa sunnah yaitu :
§  Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
§  Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah.
§  Ijin suami. 
4.      Manfaat puasa sunnah yaitu :
ü  Untuk pendidikan/latihan rohani
ü  Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri
ü  Mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti
ü  Mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebik-baiknya
ü  Mendidik kesabaran dan ketabahan
ü  Untuk perbaikan pergaulan
ü  Untuk kesehatan.
ü  Sebagai rasa syukur atas segala nikmat Allah.
ü  Menguatkan kesabaran.
ü  Untuk mendapat keampunan dosa.
ü  Menjadi perisai dari api neraka.
ü  Memperoleh kebahagian berganda

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rizki. 2014. “Makalah Tentang Puasa”. Diakses Dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html. Pada Tanggal 25 September 2017 Pukul 13.37.
Anepule. 2013. Puasa Wajib Dan Sunah”. diakses dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/. pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.05.
Anonim. 2014. “Pengertian Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya. diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
Anonim. 2017. “Makalah Fiqih Puasa Sunnah”. diakses dari http://makalahpuasasunah.blogspot.co.id/.  pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.30.
H. Aliy, As’ad. 1979. Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2. Yogyakarta : Menara Kudus.
Hani Siti Nurjannah. 2015. “Makalah Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”. http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-sunnah.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.10.
Hasan Ridwan. 2009. Fiqih Ibadah. Bandung : Pustaka Setia.
Helmi Basri. 2010. Fiqih Ibadah. Pekanbaru: Suska Press.
Rencong Cyber. 2011. “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”.  diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
Rizal Media Channel. 2017. “Puasa Sunnah”. diakses dari http://kumpulanmakalahkuliahlengkap.blogspot.co.id/2017/02/makalah-puasa-sunnah.html. pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.37.
Sayyid Sabiq. 2006. Fikih Sunnah Jilid 3. Bandung : Alma’arif.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.




[1]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1221.
[2]Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 1555.
[3]Hasan Ridwan, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia 2009), hlm. 235.
[4]Anonim, 2017, “Makalah Fiqih Puasa Sunnah”, diakses dari http://makalahpuasasunah.blogspot.co.id/,  pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.30.
[5]Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 3, (Bandung : Alma’arif, 2006), hlm. 3
[6]Rencong Cyber, “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”,  diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[7]H. Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta: Menara Kudus,  1979), hlm. 99
[8]Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hlm.104
[9]Hani Siti Nurjannah, “Makalah Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”, http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-sunnah.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.10.
[10]Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hlm.105.
[11]Rencong Cyber, “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”,  diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[12]Anepule, Puasa Wajib Dan Sunah”, diakses dari http://anesjaepule.wordpress.com/2013/09/11/puasa-wajib-dan-sunnah/, pada tanggal 25 September 2017 pukul 15.05.
[13]Rencong Cyber, “Macam-Macam Puasa Wajib dan Puasa Sunnah”,  diakses dari http://rencong-cyber.blogspot.co.id/2011/12/macam-macam-puasa-sunnah-beserta.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.00.
[14]Rizal Media Channel, “Puasa Sunnah”, diakses dari http://kumpulanmakalahkuliahlengkap.blogspot.co.id/2017/02/makalah-puasa-sunnah.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.37.
[15]H. Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta: Menara Kudus,  1979), hlm. 97
[16]H. Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, (Yogyakarta: Menara Kudus,  1979), hlm. 99
[17]Anonim, “Pengertian Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya, diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
[18]Anonim, “Pengertian Puasa Sunnah, Macam dan Ketentuannya, diakses dari http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-Ketentuannya.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 14.17.
[19]Ahmad Rizki, “Makalah Tentang Puasa”, diakses dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.
[20]Ahmad Rizki, “Makalah Tentang Puasa”, diakses dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.
[21]Ahmad Rizki, “Makalah Tentang Puasa”, diakses dari http://blogkilas.blogspot.co.id/2014/02/makalah-tentang-puasa.html, pada tanggal 25 September 2017 pukul 13.37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Tauhid "MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT"

TUGAS TAUHID MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT Di susun oleh : KELOMPOK                        :...