Senin, 19 Maret 2018

Makalah Ilmu Kalam "Aliran Jabariyah"

ALIRAN JABARIYAH

MAKALAH
Diajukan untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
Disusun oleh :
Kelompok                   : III (Tiga)
Nama Kelompok         :
1.      Fahri Haikal                            (16 0201 0106)
2.      Varsella Aprillian Amrul         (16 0201 0145)
3.      Fadillah                                   (17 0201 0185)

Semester                      : III (Tiga)
Dosen                          : Dr. Hj. Nuryani, M.A.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

TAHUN AJARAN 2017/2018

KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah swt. atas berkah dan rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah Ilmu Kalam yang berjudul Aliran Jabariyah.
Terselesaikannya Makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.         Guru Ilmu Kalam kami Ustadzah Dr. Hj. Nuryani, M.A., Karena atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.
2.         Kedua Orang Tua kami, yang senantiasa mendukung, menuntun kami dalam hidup ini dengan doa yang tulus.
3.         Teman-teman mahasiswa/mahasiswi yang selalu memberi semangat dan motifasi untuk kami dalam penyelesaian Makalah ini.
Penulisan Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, informasi yang masih kurang, sistematika yang masih kurang baik, masih kurangnya pengetahuan kami tentang Materi. Sehingga pada kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman mahasiswa/mahasiswi dan para pembaca untuk penulisan Makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga dengan adanya Makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi  serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain dengan lebih baik lagi.

Palopo, 10 Oktober 2017
             

Penyusun Kelompok 3

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B.        Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.        Tujuan Penulisan....................................................................................... 2

BAB II ALIRAN JABARIYAH
A.       Definisi Aliran Jabariyah........................................................................... 3
B.    Latar Belakang Lahirnya Aliran Jabariyah................................................ 4
C.        Ajaran Pokok Aliran Jabariyah.................................................................. 8
D.       Pandangan Aliran Jabariyah...................................................................... 10
E.        Dasar Hukum Aliran Jabariyah................................................................. 12
F.         Aliran-Aliran Dalam Jabariyah.................................................................. 13

BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan Penulisan............................................................................... 15
B.        Saran - Saran............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Permulaan dari perpecahan umat islam, Bisa dikatakan sejak wafatnya nabi. Tetapi perpecahan itu menjadi reda karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Demikianlah berjalan masa-masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dalam kubu persatuan yang erat dan persaudaraan yang mesrah. Dalam masa ketiga khalifah itulah dipergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya dan mengembangkan islam keseluruh alam. Tetapi setelah islam luas kemana-mana tiba-tiba diakhir khalifah usman, terjadi suatu cedera yang ditimbulkan oleh tindakan usman yang kurang disetujui oleh pendapat umum.
Inilah asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan meruntuhkan pemerintahan usman. Semenjak itulah berpangkalnya perpecahan umat islam sehingga menjadi beberapa partai atau golongan dan memunculkan perbedaan pendapat. Perbedaan tersebut tampak melalui perdebatan dalam masalah  kalam yang ahirnya menimbulkan berbagai aliran - aliran dalam Islam.
Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang diperdebatkan bukanlah akidah-akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya, melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah, Al-Qur’an itu baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.
Pebedaan tersebut akhirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah serta aliran – aliran lainnya.
Aliran Jabariyah sendiri lahir dari pembahasan perbuatan manusia (af’al al-ibad), dasarnya adalah mengenai apakah manusia itu memiliki kebebaasan melakukan perbuatannya sendiri menurut kehendaknya, dan perbuatan itu ciptaannya memiliki dan tidak memiliki ikhtiar apa-apa, karena semuanya telah ditentukan oleh qadha dan qadhar Tuhan.
Aliran Jabariyah adalah aliran yang meyakini bahwa semua tingkah laku, daya dan upaya manusia  berasal dari Allah swt., bukan dari manusia itu sendiri karena manusia tidak mempunyai kemerdekaan, kehendak dan kemampua untuk melakukannya, manusia bertindak dengan paksaan dari Tuhan. Segala gerak-gerik manusia ditentukan oleh Tuhan.
Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.

B.     Rumusan Masalah
Di setiap penulisan Makalah tentu memiliki rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penulisan pada Makalah  ini adalah :
1.   Apakah definisi dari aliran jabariyah?
2.   Bagaimanakah latar belakang munculnya aliran jabariyah
3.   Bagaimanakah ajaran pokok aliran jabariyah?
4.   Bagaimanakah pandamgan aliran jabariyah?
5.   Apa sajakah dasar hukum aliran jabariyah?
6.   Apa sajakah aliran-aliran dalam jabariyah?

C.    Tujuan Penulisan
Disetiap penulisan Sebuah Makalah tentu memiliki tujuan penulisan, dan pada Makalah tujuan penulisan yaitu :
1.   Sebagai Syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Kalam.
2.   Memberikan Informasi kepada teman-teman dan para pembaca tentang aliran jabariyah beserta dengan ajaran pokok didalamnya.



BAB II
ALIRAN JABARIAH

A.    Definisi Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang mengandung arti memaksa.[1] Dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Menurut Al-Syahrastani Jabr adalah sebuah doktrin yang menolak bahwa, dalam realitas, sebuah perbuatan disebabkan oleh manusia dan menganggapnya dari Allah swt.
Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut fatalism atau predestination yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadhar tuhan[2]. Artinya, Fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya,  sedangkan predestination adalah takdir.
Aliran Jabariyah adalah golongan yang menentang golongan Qadariyah. Yang mula-mula membangun gerakan ini adalah Ja’ad bin Dirham, kemudian disebarkan oleh Jahm bin Sufyan.
Aliran Jabariyah diduga sudah ada sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir memberikan pengaruh besar ke dalam hidup mereka. Ketergantungan mereka pada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.[3]
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan alam, sehingga menyebabkan mereka kepada paham fatalism (“ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib”).

B.     Latar Belakang Lahirnya Aliran Jabariyah
Munculnya paham ini tetap mempunyai kaitan dengan aliran-aliran Kalam sebelumnya yakni Khawārij dan Murji’ah, sementara itu muncul dalam sejarah teologi Islam seorang bernama Washil bin ‘Atha’ yang lahir di Madinah di tahun 700 M dan mendirikan aliran teologi baru yang berbeda dengan kedua aliran teologi sebelumnya yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Pada masa inilah umat Islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain dan dengan filsafat Yunani. Sebagai akibat dari kontak ini masuklah ke dalam Islam paham Qadariyah (free will dan free act) dan paham Jabariyah atau fatalisme.[4]
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari kurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan murji’ah. Ia duduk sebagai sekertaris Suraih bin Al-haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani Umayah.[5]
Dalam perkembangannya, paham al-jabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh diatas. Masih banyak tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan paham ini, diantaranya adalah Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirar.
Mengenai kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah pemikiran mengkaji nya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia mengambarkan kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang memberikan pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka pada alam sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan nya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalisme.[6]
Sebenarnya benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas, benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini:
1.      Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat tuhan tentang takdir.
2.      Khalifah Umar bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberi dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karna mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengunakan dalil takdir Tuhan.
3.      Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar (ketentuan) Tuhan dan kaitannya tentang pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya, “apabila perjalanan (menuju perang sifil) itu terjadi dengan qodho dan qadhar, tidak ada pahal sebagai balasan nya.” Kemudian Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadhar bukanlah paksaan Tuhan. Oleh karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali selanjutnya menjelaskan, sekiranya qadha dan qadhar merupakan paksaan, batal lah pahala dan siksa, gugur pula lah makna janji dan anacaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik.[7]
4.      Pada pemerintah Dawlah Bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat kepermukaan. Abdullah bin Abbas melalui surat nya memberikan reaksi keras kepada pendudukan Syriah yang diduga berpaham “Jabariyah”
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain:     
1. Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah.[8]
Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.  Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut.
Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.  Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.
2. Faktor Geografi
 Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.[9]


C.    Ajaran Pokok Aliran Jabariyah
Menurut Al-Syahrastani ada dua kelompok utama aliran Jabariyah, yaitu:
Pertama, Jabariyah murni yang sama sekali tidak memperkenankan perbuatan apapun kepada manusia, tak terkecuali kekuasaan untuk berbuat. Kedua, Jabariyah moderat yang mengakui bahwa manusia memiliki kekuasaan, tetapi mempertahankan bahwa ini merupakan sebuah kekuasaan yang sama sekali tidak efektif.[10]
Aliran Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.       Jabariyah Ekstrim
Doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri , tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.[11]
            Ajaran pokok Jabariyah ekstrim yang dikemukakan oleh tokohnya:
1)      Jaham bin Safwan ak-Khurassani
Jaham bin Safwan menjabat sebagai sekretaris al-Harits ibnu Suraij seorang panglima perang di Khurasan bagian Timur.[12]
Adapun doktrin Jaham sebagai berikut:
1.      Surga dan neraka akan fana, tidak ada sesuatupun yang kekal selamanya.
2.      Iman adalah pengenalan (ma’rifat) dan kekufuran adalah ketidak tahuan (al-jahl).
3.      Kalam Allah adalah baru dan bukan qadim. Dari pendapat ini timbul pendapat di kalangan sebagian ulama yang mengatakan bahwa al-Quran makhluq.
4.      Allah bukan sesuatu, tidak pula bersifat mengetahui dan hidup, ia berkata,  “Saya tidak memberikan sifat terhadap Allah yang sifat itu boleh diletakkan kepada segala yang baru.”
5.      Menafikkan bahwa Allah dapat dilihat pada hari kiamat.
Diantara pendapat Jaham bin Safwan diatas, dianut juga oleh aliran yang lain yakni paham bahwa al-Quran adalah makhluk dan menafikkan sifat kalam pada Allah, seperti paham Mu’tazilah.
2)      Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar dilingkungan pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang controversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian Al-Ja’ad lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jaham, serta mengajarkan pahamnya kepada Jaham untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Ajaran dan pendapat Ja’ad bin Dirham secara umum sama dengan pendapat Jaham bin Safwan sebagai berikut:
1.      Al-Quran adalah makhluk. Oleh karena itu dia baru, sesuatu yang baru tidak dapat disifatkan kepada Allah.
2.      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, mendengar, melihat, dan sebagainya.
3.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala perbuatannya.
4.      Jabariyah Moderat
Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian didalamnya.
Ajaran Jabariyah moderat yang dikemukakan tokohnya, yaitu:
a.      Husain bin Muhammad an-Najjar (wafat 230 H), berpendapat:
1)      Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2)      Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat kelak. Akan tetapi, an-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata manusia sehingga manusia dapat melihat Tuhan.[13]
b.      Dhihar bin Amir
Dhihar berpendapat bahwa perbuatan manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang, manusia mempunyai bagian dalam melakukan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatan karena manusia memiliki andil dalam melakukan dan berbuat.

D.    Pandangan Aliran Jabariyah
Diantara pandangan aliran Jabariyah terhadap Islam adalah :
1.   Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
2.   Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3.   Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4.   Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5.   Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6.   Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7.   Bahwa Allah itu sekali-kali tidak mungkin dapat terlihat oleh manusia,walaupun diakhirat kelak. Tentang surga dan neraka, kelak sesudah manusia semuanya masuk ke dalamnya,dan sesudah merasakan pembalasan bagaimana nikmatnya surga dan bagaimana azabnya neraka, maka lenyaplah surga dan neraka itu.
8.   Bahwa Alqur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi.
Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir.
Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.
Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya.[14]
Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir. Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan berdoa.
Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma’ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah.
Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya.[15]

E.     Dasar Hukum Aliran Jabariyah
1.      Q.S Ash-Shaffat (37) ayat 96
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ  
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

2.      Q.S Al-Insan (76) ayat 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ  
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana
3.      Q.S Al-Anfal (08) ayat 17
öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øŒÎ) |MøtBu  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 žcÎ) ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ  
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.



4.      Q.S Al-An’am (06) ayat 111
* öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍköŽs9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷Ž|³ymur öNÍköŽn=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ  
Kalau Sekiranya Kami turunkan Malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka[498], niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
[498] Maksudnya untuk menjadi saksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
F.     Aliran-aliran Dalam Jabariyah
Faham Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah besar yaitu : Aliran Jahmiyah, yang dipimpin oleh Jaham bin Safwan, Aliran Najjariyah, yang dipimpin oleh Husein bin Muhammad an Najjar dan Aliran Dlirariyah, yang dipimpin oleh Dlirar bin Umar.[16]
1.      Aliran Jahmiyah
a)      Penggunaan Takwil. Artinya, Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Dan karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah yang ada persamaannya dengan sifat-sifat manusia. Akibatnya dia tidak mengakui Alquran sebagai kalam Allah yang qadim, karena yang qadim itu hanya Allah saja. Jadi Alquran itu makhluk.
b)      Surga dan neraka tidak kekal. Akan datang suatu masa yang padanya  surga dan neraka akan fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja. Selain dari Allah, semuanya akan binasa. Kata khulud  (خلود) yang disebut dalam firman Allah (dalam surat al-Bayyinah/98:6 dan 8) untuk segala isi surga dan neraka ditakwilkan dengan makna “lama tinggal” (طول المدّة) bukan dengan arti “selama-lamanya” (دوام).
c)      Iman. Menurut pendapat Jaham bin Safwam, iman itu adalah ma’rifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Ucapan dengan lisan akan dua kalimah syahadat dan pengamalan dengan anggota badan akan ajaran Islam seperti shalat, puasa, dan sebagainya bukan daripada iman
d)     Ma’rifah iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu atau kedatangan Rasul. Pendapat ini juga terdapat kemudian dalam Mazhab Mu’tazilah. Setiap orang yang membela kebenaran Islam terhadap kepercayaan yang lain dan juga bagi orang yang menakwilkan ayat-ayat Alquran, maka wajib atasnya berpegang kepada kaidah-kaidah akal.[17]
2.      Aliran Najjariyah
a)   Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
b)   Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.[18]
3.      Aliran Dhirariyah
a)      Manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
b)      Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
c)      Hujjah yang dapat diterima setelah wafat Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.[19]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan Penulisan
1.      Nama Jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang mengandung arti memaksa. Dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris paham ini disebut fatalism atau predestination. Fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya,  sedangkan predestination adalah takdir.
2.      Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 194 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari kurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan murji’ah. Ia duduk sebagai sekertaris Suraih bin Al-haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani Umayah.
3.      Menurut Al-Syahrastani ada dua kelompok utama aliran Jabariyah, yaitu: Pertama, Jabariyah murni yang sama sekali tidak memperkenankan perbuatan apapun kepada manusia, tak terkecuali kekuasaan untuk berbuat. Kedua, Jabariyah moderat yang mengakui bahwa manusia memiliki kekuasaan, tetapi mempertahankan bahwa ini merupakan sebuah kekuasaan yang sama sekali tidak efektif.
4.      Pandangan Aliran Jabariyah terhadap Islam adalah : Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya, Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi, Ilmu Allah bersifat Huduts (baru), Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan., Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaan-Nya, Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
5.      Dasar hukum aliran jabariyah yaitu pada: Q.S Ash-Shaffat (37) ayat 96, Q.S Al-Insan (76) ayat 30, Q.S Al-Anfal (08) ayat 17, Q.S Al-An’am (06) ayat 111.
6.      Faham Jabariyah ini terpecah menjadi 3 firqah besar yaitu : Aliran Jahmiyah, yang dipimpin oleh Jaham bin Safwan, Aliran Najjariyah, yang dipimpin oleh Husein bin Muhammad an Najjar dan Aliran Dlirariyah, yang dipimpin oleh Dlirar bin Umar.

B.     Saran - Saran
1.   Diharapkan kepada teman-teman sejawat untuk biasa memahami secara mendalam lagi tentang materi yang disampaikan dan diharapkan untuk mempertanyakan hal-hal yang belum dimengerti tentang filsafat pendidikan agar kedepannya kita sebagai Mahasiswa/Mahasiswi tidak mendapat kesulitan yang berhubungan dengan mata kuliah yang sedang berlangsung.
2.   Diharapkan kepada teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi untuk memperhatikan secara khusus pokok materi yang kami bahas karena materi ini merupakan salah satu pokok penting dalam mata kuliah ilmu kalam khususnya dalam materi aliran jabariyah.
3.   Diharapkan kepada pihak kampus khususnya pihak perpustakaan untuk lebih banyak lagi menyediakan bahan-bahan referensi khususnya buku-buku terbaru yang berhubungan dengan ilmu kalam sebab buku-buku referensi ilmu kalam yang terdapat di dalam perpustaan masih kurang banyak untuk menjadi referensi dalam pembuatan makalah sebab buku-buku yang menjadi sumber referensi kebanyakan terbit ditahun 1000-an.





DAFTAR PUSTAKA


Aziz Dahlan.1987. Sejarah Perkemabangan Pemikiran Dalam Islam. Jakarta : Beunebi Cipta.
Duskiman Sa’ad. 2001. Aliran dalam Islam: Perbedaan Pemahaman terhadap Kajian Teologi Islam. Padang: IAIN-IB Press.
Elza Ramona, “Aliran Jabariyah”, Dikutip dari http://elzaramona.blogspot.co.id/2015/12/aliran-jabariyah.html, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 07.50.
Harun Nasition. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan Cetakan V. Jakarta : UIPress, 1986.
Manor Arjunes, “Makalah Ilmu Kalam : Aliran Jabariyah”, Dikutip dari http://manorarjunes.blogspot.co.id/2016/11/makalah-ilmu-kalam-aliran-jabariyah.html, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 09.20.
Mulyono dan Bashori. 2010. Studi Ilmu Tuhid/Kalam, Malang : UIN-MALIKI Press.
Musthofa ddk. 2005. Tauhid. Yogyakarta: Pokja Akademik.
Nok Aenul Latifah Kholisoh. 2013. Paham Ilmu Kalam 1 untuk Kelas XI Madarasah Aliyah Program Keagamaan. Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri.
NugrahAnggini, “Aliran Jabariyah Dalam Ilmu Kalam”, Dikutip dari http://nugrahanggini.esy.es/?p=543, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 14.20.
Rosihon Anwar dan Abdul Rozak. 2007. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sukoyo, Zainal Abas, Asyhabudin. 1999. Studi Islam Klasik: Wacana Kritik Sejarah Terjemahan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Vio Fani, “Aliran Murjiahjabariah dan Qadariyah”, Dikutip dari http://vio-fani.blogspot.com/2011/03/aliran-murjiahjabariyah-dan-qadariyah.html, pada tanggal 10 Oktober pukul 15.00
Yuchenky Salahuddin, “Paham Aliran Jabariah”, Dikutip dari https://youchenkymayeli.blogspot.co.id/2012/10/aliran-jabariyah.html, pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 09.00.




[1]Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tuhid/Kalam,  (Malang : UIN-MALIKI Press, 2010) hlm. 139.
[2]Harun Nasition, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan Cetakan V, (Jakarta  : UIPress, 1986) hlm. 31.
[3]Nok Aenul Latifah Kholisoh, Paham Ilmu Kalam 1 untuk Kelas XI Madarasah Aliyah Program Keagamaan (Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri, 2013) hlm. 91.
[4]Yuchenky Salahuddin, “Paham Aliran Jabariah”, Dikutip dari https://youchenkymayeli.blogspot.co.id/2012/10/aliran-jabariyah.html, pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 09.00.
[5]Harun Nasution, Loc. Cit, hlm. 33.
[6]Aziz Dahlan, Sejarah Perkemabangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1987)  hlm. 27-29.
[7]Ibid, hlm. 28.
[8]Manor Arjunes, “Makalah Ilmu Kalam : Aliran Jabariyah”, Dikutip dari http://manorarjunes.blogspot.co.id/2016/11/makalah-ilmu-kalam-aliran-jabariyah.html, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 09.20.
[9]Manor Arjunes, “Makalah Ilmu Kalam : Aliran Jabariyah”, Dikutip dari http://manorarjunes.blogspot.co.id/2016/11/makalah-ilmu-kalam-aliran-jabariyah.html, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 09.20.
[10]Elza Ramona, “Aliran Jabariyah”, Dikutip dari http://elzaramona.blogspot.co.id/2015/12/aliran-jabariyah.html, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 07.50.
[11]Musthofa ddk, Tauhid, (Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005), hlm. 88.
[12]Sukoyo, Zainal Abas, Asyhabudin, Studi Islam Klasik: Wacana Kritik Sejarah Terjemahan, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), hlm. 194.
[13]Musthofa ddk, Loc. Cit, hlm. 88.
[14]NugrahAnggini, “Aliran Jabariyah Dalam Ilmu Kalam”, Dikutip dari http://nugrahanggini.esy.es/?p=543, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 14.20.
[15]NugrahAnggini, “Aliran Jabariyah Dalam Ilmu Kalam”, Dikutip dari http://nugrahanggini.esy.es/?p=543, pada tanggal  9 Oktober 2017 pukul 14.20
[16]Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 160
[17]Duskiman Sa’ad, Aliran dalam Islam: Perbedaan Pemahaman terhadap Kajian Teologi Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2001), hlm. 42
[18] Ibid, hlm. 42
[19]Vio Fani, “Aliran Murjiahjabariah dan Qadariyah”, Dikutip dari http://vio-fani.blogspot.com/2011/03/aliran-murjiahjabariyah-dan-qadariyah.html, pada tanggal 10 Oktober pukul 15.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Tauhid "MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT"

TUGAS TAUHID MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT Di susun oleh : KELOMPOK                        :...