TEORI-TEORI BELAJAR
Makalah
Diajukan
kepada Dosen Pembina
Dalam
rangka penyelesaian makalah
Mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran
Program
Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh
SUKRI 16
0201 0136
VARSELLA APRILLIAN AMRUL 16 0201 0145
Dosen
Pembina
Dr.
St. Marwiyah, M.Ag
Muh.
Khairul Ummah, S.Pd., M.Pd
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
TAHUN
AJARAN 2017/2018
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah swt. atas berkah
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Belajar dan Pembelajaran yang
berjudul Teori-Teori Belajar.
Terselesaikannya
Makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Guru kami Dr. St. Marwiyah, M.Ag., dan Muh. Khairul Ummah,
S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembina yang telah memberikan kami
kesempatan dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.
2.
Kedua Orang Tua
kami yang senantiasa mendukung, menuntun kami dalam hidup ini dengan doa yang
tulus.
3.
Teman-teman
mahasiswa/mahasiswi yang selalu memberi semangat dan motifasi untuk kami dalam
penyelesaian Makalah ini.
Penulisan makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, informasi yang masih kurang, sistematika yang masih kurang baik, masih kurangnya
pengetahuan kami tentang materi. Sehingga
pada kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman mahasiswa/mahasiswi
dan para pembaca untuk penulisan makalah
yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga
dengan adanya makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan
semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain
dengan lebih baik lagi.
Palopo, 27 Februari 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Definisi Dari Teori Belajar....................................................................... 3
B.
Teori Belajar Menurut
Barat.................................................................... 4
C.
Teori Belajar Menurut UNESCO............................................................ 6
D.
Teori Belajar Menurut Aliran Nativisme, Empirisme
dan Konvergensi...................................................................................... 9
E.
Teori Belajar Menurut
Islam.................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 17
B.
Saran........................................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Di dalam nuansa kependidikan,
manusia adalah sasaran pendidikan sekaligus subjek pendidikan. Pendidikan
membantu manusia dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaan yang ada
dalam dirinya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk mengembangkan
seseorang menjadi manusia seutuhnya. Pemahaman dari pendidik terhadap
potensi-potensi dan sifat hakikat manusia sangat penting agar pendidikan mencapai
tujuan yang diharapkan yaitu memanusiakan manusia. Pendidikan harus diarahkan
kepada pencapaian tujuan itu melalui perumusan dan penerapan konsep pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas
suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti
diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena
hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan.
Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat
kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang
diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam
percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.
Sebagai
mahasiswa jurusan tarbiyah sudah
selayaknya kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja
unsur-unsur pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan
perlu mengetahui apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar
senantiasa para penikmat pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil
belajar. kemudian agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk dapat
menguatkan sistem pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia serta bagaimana
kita bisa mengkonstruksi dasar dari suatu pendidikan serta adanya oknum
pendidikan yang belum bisa mengaplikasikan pilar-pilar pendidikan.
Masalah
utama dalam pendidikan adalah bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar
yang dimiliki manusia sejak lahir itu akan dapat berkembang, sehingga manusia dapat
berperan baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dengan tetap
berada di dalam lingkup hakikat kemanusiannya. Dalam tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran ini, penulis akan
memaparkan beberapa konsep teori belajar dan pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Kaidah penulisan Makalah tentu memiliki rumusan
masalah. Adapun rumusan masalah dalam penulisan pada Makalah ini adalah :
1.
Apakah definisi dari Teori Belajar?
2.
Bagaimananakah Teori
Belajar Menurut Barat?
3.
Bagaimananakah Teori
Belajar Menurut UNESCO?
4.
Bagaimananakah Teori
Belajar Menurut Aliran Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi?
5.
Bagaimananakah Teori
Belajar Menurut Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, penulis kiranya dapat
memberikan kontribusi yang terangkai pada tujuan penulisan berikut :
1.
Mengetahui definisi dari Teori Belajar.
2.
Mengetahui teori
belajar menurut barat.
3.
Mengetahui teori
belajar menurut UNESCO.
4.
Mengetahui teori
belajar menurut aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi.
5.
Mengetahui teori
belajar menurut islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Teori Belajar
Teori adalah seperangkat
asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata.[1] Sedangkan beberapa
pakar menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat
preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang
terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya
dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.[2] Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat asas tentang
kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip
yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Belajar merupakan kegiatan
yang sering dilakukan setiap orang. Belajar dilakukan hampir setiap waktu, kapan saja,
dimana saja, dan sedang melakukan
apa saja. Belajar juga merupakan
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahahan dalam dirinya
melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat membawa
perubahan pada si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan.[3] Pengertian belajar sendiri adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan
penampilan sebagai hasil dari praktik dan pengalaman.
Jadi teori belajar adalah
sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.
B. Teori
Belajar Menurut Barat
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.[4] Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut teori
behavior, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar Kognitif
Kognitif
lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar.[5]
Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Kognitif
menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku
fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat mata
dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar membaca
dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah yaitu mulut dan
tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan
mulut dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus
yang ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh
otaknya.
Kehadiran aliran kognitif,
tampaknya menjadi pengikis aliran behaviorisme
yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang
dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern
dewasa ini.[6]
3. Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar
humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori
apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Teori Belajar Humanistik
adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
C. Teori
Belajar Menurut
UNESCO
1. Learning to Know (Belajar Untuk Menguasai)
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai
teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk
mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang
tinggi.
Secara implisit, learning
to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak
atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup,
baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur
hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan
mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk
belajar, maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang
bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:
1)
Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak
dalam kandungan hingga manusia meninggal.
2)
Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada
kata terlambat atau terlalu dini untuk belajar.
3)
Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai
bagian integral/ totalitas kehidupan.[7]
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru
harus memikirkan dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan
kemampuan belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini
menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode
mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu
mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang
lain. Konsep
learning to know ini menyiratkan
makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
1)
Guru berperan sebagai sumber belajar
2) Guru
sebagai Fasilitator
3) Guru sebagai pengelola
4) Guru sebagai demonstrator
5) Guru sebagai pembimbing
6) Guru sebagai mediator
7) Guru sebagai Evaluator
2.
Learning to do (Belajar
Untuk Menerapkan)
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui,
tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini
adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi
industi.[8]
Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan
penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling,
monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan
sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanitis melainkan
juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan
mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak
generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk
berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya
memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki,
serta bakat dan minatnya agar “Learning
to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan
disini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan sosial
Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah
masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan
siswa tersebut. Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2)
Lingkungan non-sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial ialah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan
keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa.[9] Sekolah juga berperan penting dalam
menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena
itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab,
sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3. Learning to Live Together (Belajar Untuk Dapat
Hidup Bersama)
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah
dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang
selalu mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini,
berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik
antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan
beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan
dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan
kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda
dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan
pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam
keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk
menanamkan jiwa perdamaian.
4.
Learning To Be (Belajar
Untuk Menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda
yang mampu mencari informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu
melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang
rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan
akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik.
Konsep learning to be
perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa
percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk
hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan
bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning
to be). Menjadi
diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati
diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses
pencapain aktualisasi diri.
D. Teori
Belajar Menurut Aliran
Nativisme,
Empirisme,
dan Konvergensi
1. Nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti
terlahir.[10] Nativisme adalah aliran pendidikan
yang berpandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan
tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Dalam
ilmu kebahasaan aliran nativis, Douglas Brow mengungkapkan bahwa istilah
nativis diambil dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan
dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang memengaruhi
kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah
konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri manusia.
Jadi, menurut aliran ini, pengetahuan seseorang sepenuhnya
dipengaruhi oleh pembawaan lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua.
Pendidikan yang diberikan haruslah disesuaikan dengan bakat dan pembawaan anak
didik itu sendiri. Teori ini percaya bahwa lingkungan pendidikan maupun
lingkungan sekitar yang telah direkayasa oleh orang dewasa tidak akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang pengetahuan manusia. Dengan kata lain
aliran ini menekankan bahwa pemerolehan pengetahuan manusia hanya berasal dari
dalam (internal).
Pembawaan lahir itu ada yang baik ada pula yang buruk.
Manusia tumbuh dan berkembang membawa segala hal yang telah ia bawa sejak
lahir. Dan apa yang mereka bawa tersebut, akan berkembang sesuai arahnya masing-masing.
Sedangkan pendidikan tidak akan mempengaruhi apa-apa.
2. Aliran Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa latin empericus
yang memiliki arti pengalaman.[11] Kemudian, John Lock
seorang filsuf dari Inggris berpandangan bahwa empirisme, adalah aliran
atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu
timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra.[12]
Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Essay Concerning Human Understanding,
ia mengatakan bahwa tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam
indera. Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam jiwa, tanpa melalui indra.
Pendapat ini sebetulnya telah jauh dikemukakan oleh Plato yang menyatakan bahwa ada dua cara
untuk mengajarkan atau mengenalkan pengetahuan. Pertama adalah pengenalan
indrawi (empiris) dan yang kedua adalah pengenalan melalui akal (rasional).
Selain pendapatnya di atas, John Lock sebagai tokoh utama
dari aliran ini, mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan
seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal
dengan istilah teori tabulara (a sheet of white paper avoid of all characters).
Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan
pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak
dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna
pendidikannya.
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa
perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang
dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting. Selain itu, Aliran ini juga
berpandangan bahwa perkembangan seseorang tergantung seratus persen kepada
pengaruh lingkungan atau kepada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam
kehidupannya.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan bersumber
utama dari pengalaman yang masuk melalui indera dan pengaruh eksternal dalam
kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat,
sedangkan pembawaan lahir tidaklah dianggap penting sebagai faktor penentu
pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak masuk atau dirasakan melalui indera,
boleh jadi mereka katakan tidak benar-benar ada. Oleh karena itu, aliran ini
juga sering dikatakan menolak keberadaan Tuhan dan benda-benda yang bersifat
metafisika. Aliran ini juga melahirkan sekularisasi dalam pendidikan.
Dalam kehidupan kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh
yang berkaitan dengan empirisme. Salah satu contoh nya seperti bagaimana kita
mengetahui bahwa api itu panas? Seorang empirisme akan berpandangan bahwa api
itu panas karena memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut
dan memperoleh pengalaman yang kita sebut ‘panas’. Bagaimana kita tahu bentuk
rupa jerapah? Tentu kita akan baru benar-benar tahu setelah melihatnya dengan
mata kepala kita sendiri. Atau bagaimana kita mengetahui bahwa bunga melati itu
wangi? Kita akan tahu pasti setelah mencium baunya. Pengetahuan-pengetahuan
melalui indera tersebut akan disimpan dalam memori otak kita, dan dapat
dikeluarkan pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, dengan menggunakan alat
inderawi, kita akan memperoleh pengalaman yang menjadi pengetahuan kita kelak.
3. Aliran Konvergensi
Konvergensi berasal dari bahasa Inggris dari kata convergenry,
artinya pertemuan pada satu titik.[13]
Mengatakan bahwa aliran ini
mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara
nativisme dan empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan
lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi
perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh
lingkungan. Hendaknya pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan
cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal
mungkin.
Menurut William Stern ahli ilmu jiwa sekaligus pelopor
aliran konvergensi berbangsa Jerman ini mengatakan bahwa pembawaan dan
lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.[14]
E. Teori
Belajar Menurut Islam
1.
Belajar Melalui Imitasi
Di
awal perkembangannya, seorang bayi hanya mengikuti apa yang dilakukan ibunya
dan orang-orang yang berada di dekatnya. Ketika dewasa, tingkat perkembangan
manusia semakin kompleks meskipun meniru masih menjadi salah satu cara untuk
belajar.[15]
Tetapi, sumber belajar itu tidak lagi berasal dari orang tua ataupun
orang-orang yang berada di dekatnya melainkan orang-orang yang sudah mereka
kenal misalnya, orang terkenal, penulis, ulama dan lain-lain.
Di
dalam Islam, dapat ditemui juga hal yang demikian. Seperti halnya sepasang saudara kembar, Qabil dan Habil. Banyak juga di
dalam Al-Qur’an yang mencoba menerangkan tentang salah satu varian yang seperti
demikian. Karena tabiat manusia yang cenderung untuk meniru, maka teladan yang
baik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
2. Pengalaman Praktis Dan Trial And
Error.
Dalam hidup, manusia terkadang
menghadapi situasi yang menuntutnya untuk cepat tanggap terhadapa permasalahan yang
ada tanpa ada pembelajaran sebelumnya. Sehingga, manusia terkadang mencoba-coba
segala cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3. Berfikir
Berfikir
merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan
berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara
intelektual. Dalam
proses berfikir, manusia sering menghadirkan beberapa macam solusi atas
permasalah yang didapatkannya sebelum akhirnya mereka menjatuhkan pilihan pada
satu solusi.[16]
Oleh karena itu, para psikolog mengatakan bahwa berfikir merupakan proses
belajar yang paling tinggi.
Dalam
Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk selalu
menggunakan akal dan memahami dan merenungi segala ciptaan dan kebesaran Allah
di alam ini. Antara lain seperti Q.S.Al-Ghasyiah : 17-20,
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ ’n<Î) È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ ’n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø‹Ÿ2 ôMyèÏùâ‘ ÇÊÑÈ ’n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#ø‹x. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ ’n<Î)ur ÇÚö‘F{$# y#ø‹x. ôMysÏÜß™ ÇËÉÈ
17. Maka apakah mereka
tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,
18. dan langit, bagaimana Ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana Ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana Ia dihamparkan?
Q.S.Qaf : 6-10,
óOn=sùr& (#ÿrãÝàZtƒ ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# ôMßgs%öqsù y#ø‹x. $yg»oYø‹t^t/ $yg»¨Yƒy—ur $tBur $olm; `ÏB 8lrãèù ÇÏÈ uÚö‘F{$#ur $yg»tR÷Šy‰tB $uZøŠs)ø9r&ur $pkŽÏù zÓÅ›ºuru‘ $uZ÷Fu;/Rr&ur $pkŽÏù `ÏB Èe@ä. £l÷ry— 8kŠÎgt/ ÇÐÈ ZouŽÅÇö7s? 3“tø.ÏŒur Èe@ä3Ï9 7‰ö6tã 5=ŠÏY•B ÇÑÈ $uZø9¨“tRur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB %Z.t»t6•B $uZ÷Gu;/Rr'sù ¾ÏmÎ/ ;M»¨Zy_ ¡=ymur ωŠÅÁptø:$# ÇÒÈ Ÿ@÷‚¨Z9$#ur ;M»s)Å™$t/ $ol°; Óìù=sÛ Ó‰‹ÅÒ¯R ÇÊÉÈ
6. Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di
atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu
tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
7. Dan Kami hamparkan bumi
itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan
padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
8. Untuk menjadi pelajaran
dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).
9. Dan Kami turunkan dari
langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,
10. Dan pohon kurma yang
tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun.
Q.S.
Al-An’am: 95,
* ¨bÎ) ©!$# ß,Ï9$sù Éb=ptø:$# 2”uq¨Z9$#ur ( ßlÌøƒä† ¢‘ptø:$# z`ÏB ÏMÍh‹yJø9$# ßlÌøƒèCur ÏMÍh‹yJø9$# z`ÏB Çc‘yÛø9$# 4 ãNä3Ï9ºsŒ ª!$# ( 4’¯Tr'sù tbqä3sù÷sè? ÇÒÎÈ
95. Sesungguhnya
Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang
memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka mengapa kamu masih berpaling?
Q.S.
Al-Anbiya : 66-67.
tA$s% šcr߉ç7÷ètGsùr& `ÏB Âcrߊ «!$# $tB Ÿw öNà6ãèxÿZtƒ $\«ø‹x© Ÿwur öNä.•ŽÛØtƒ ÇÏÏÈ 7e$é& ö/ä3©9 $yJÏ9ur šcr߉ç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# ( Ÿxsùr& šcqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ
66. Ibrahim berkata:
Maka Mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi
manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?"
67. Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah
selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami?
Selanjutnya,
salah satu metode yang dapat memperjelas dan memahami sebuah pemikiran
seseorang adalah dengan menggunakan diskusi, dialog, konsultasi dan
berkomunikasi dengan orang lain. Hal senada juga pernah diungkapkan oleh salah
satu Vygotsky, yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang akan
berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain, dengan demikian, belajar
manusia dapat berkembang ketika kognitif mereka berkembang.
Ustman
Najati menyatakan bahwa aktivitas berfikir manusia saat belajar tidak selalu
menghasilkan pemikiran yang benar. Adakalanya kesalahan mewawrnai proses
penetuan solusi atas masalah yang dihadapi. Dan dalam kondisi seperti ini,
manusia sering mengalami hambatan dan berfikir statis dalam berpikir, dan tidak
mau menerima pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran baru.
4. Konsep Belajar menurut Tokoh-Tokoh
Islam
a.
Al-Ghazali
Dalam
pemahaman beliau, seorang filsuf pendidikan di kalangan Islam, pendekatan
belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan dengan melakukan dua pendekatan,
yakni ta’lim insani dan ta’lim rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan
bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan hal yang lazim dilakukani oleh
manusia dan biasanya menggunakan alat indrawi yang diakui oleh orang yang
berakal.
Menurut
Al Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya terjadi eksplorasi
pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku. Dalam proses
ini, anak didik akan mengalami proses mengetahui yaitu proses abstraksi. Al
Ghazali kemudian membagi abstraksi ini menjadi empat tahap, yakni terjadi pada
indra, terjadi pada al-khayal.[17]
b.
Al-Zarnuji
Menurut
al-Zarnuji, belajar bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh
kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Karenanya, belajar harus diniati untuk mencari
ridha Allah, kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam,
mensyukuri nikmat akal, dan menghilangkan kebodohan.
Dimensi
duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran para ahli
pendidikan, yakni menekankan bahwa proses belajar-mengajar hendaknya mampu
menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan
pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Adapun
dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji menekankan agar belajar adalah proses untuk
mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai
manifestasi perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah
SWT yang telah mengaruniakan akal. Lebih dari itu, hasil dari proses
belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tersebut),
hendaknya dapat diamalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan
diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu
hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan
melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun
orang lain. Inilah buah dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat
menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat kelak.[18]
Dalam
konteks ini, para pakar pendidikan Islam termasuk al-Zarnuji mengatakan bahwa
para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat
wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan)
dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya). Di samping itu, al-Zarnuji
menekankan pada “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur) seorang guru. Hal ini
senada dengan pernyataan Abu Hanifah ketika bertemu Hammad, seraya berkata:
“Aku dapati Hammad sudah tua, berwibawa, santun, dan penyabar. Maka aku menetap
di sampingnya, dan akupun tumbuh dan berkembang.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta
didik untuk belajar.
Menurut teori belajar Behaviorisme, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Teori belajar Kognitif lebih menekankan
pendidikan sebagai proses internal mental manusia termasuk bagaimana orang
berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Dalam teori belajar Humanistik,
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Learning to know bermakna belajar sepanjang hayat, Asas belajar sepanjang hayat
bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama
manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Learning
to do peserta didik diajarkan untuk
melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada
penguasaan keterampilan
yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan
orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Learning to Live Together tugas pendidikan untuk memberikan
pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam
keragaman tersebut terdapat persamaan. Learning to be dipahami sebagai menjadi diri sendiri diartikan
sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku
sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi
orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Menurut Nativisme pengetahuan seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh pembawaan
lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua. Menurut Empirisme, adalah aliran atau paham yang
berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari
pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra. Menurut Konvergensi pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan
seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan
Ada beberapa teori belajar menurut
Islam diantaranya :
1. Belajar Melalui Imitasi.
2.
Pengalaman Praktis Dan Trial And Error.
3.
Berfikir
B.
Saran
Makalah
yang memuat pembahasan tentang konsep
teori-teori belajar ini sangatlah jauh dari
kesempurnaan, maka
saran dan kritik sangat
kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Kedepannya kami akan lebih fokus dan
detail dalam menjelaskan materi ini dengan
berbagai sumber referensi yang lebih banyak yang tentunya dapat
dimanfaatkan dan dipertanggung jawabkan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami pada khususnya, dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Baharuddin. 2010. Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
Baharuddin.
2012. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Denim Sudarwan, dkk. 2011. Psikologi
Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Fudyartanta,
Ki. 2011. Psikologi Umum. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Lestari.
2013. “Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran”, Dikutip dari http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html. Pada Tanggal 26 Februari 2018
pukul 19.30.
Mahmud, M. Dimyanti. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : BPFE.
Purwanto.
2000. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan
Praktis. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya.
Salam,
Burhanuddin. 2002. Dasar-Dasar Ilmu
Mendidik. Jakarta : Rineka Cipta.
Soedijarto.
2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional.
Jakarta : Kompas Media Nusantara.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya.
Uno,
Hamzah. 2011. Analisis Di Bidang
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Zahara,
Idris. 1987. Dasar-Dasar Kependidikan. Padang
: Angkasa Raya Padang.
[1]Hamzah
Uno, Analisis Di Bidang Pendidikan,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 4
[2]Lestari,
“Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran”, Dikutip dari http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html, pada tanggal 26
Februari 2018 pukul 19.30.
[3]Baharuddin, Pendidikan
& Psikologi
Perkembangan (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010), hlm.161-162.
[4]Ki
Fudyartanta, Psikologi Umum,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 95.
[5]Sudarwan Denim, dkk, Psikologi
Pendidikan,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.38.
[6]M.
Dimyanti
Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : BPFE, 1990) hlm. 82-83.
[7]Burhanuddin
Salam, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 207.
[8]Soedijarto,
Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional,
(Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008), hlm. 47.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 2004), hlm. 138.
[10]Idris
Zahara, Dasar-Dasar Kependidikan,
(Padang : Angkasa Raya Padang, 1987), hlm 31.
[11]Idris
Zahara., Ibid, hlm. 30.
[12]Purwanto,
Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis,
(Bandung : Pt Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 16.
[13]Zahara Idris, op. cit, hlm. 33.
[14]Purwanto, Ibid, hlm. 60.
[15]Baharuddin,
Teori Belajar dan Pembelajaran,
(Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 35.
[16]Baharuddin,
Ibid, hlm. 36.
[17]Baharuddin,
Ibid, hlm. 42-43.
[18]Baharuddin,
Ibid, hlm. 49-51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar