Minggu, 18 Maret 2018

Makalah Belajar & Pembelajaran "Teori-Teori Belajar"

TEORI-TEORI BELAJAR
Makalah
Diajukan kepada Dosen Pembina
Dalam rangka penyelesaian makalah
Mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
Program Studi Pendidikan Agama Islam


 













Oleh
SUKRI                                                                         16 0201 0136
VARSELLA APRILLIAN AMRUL                                   16 0201 0145


Dosen Pembina
Dr. St. Marwiyah, M.Ag
Muh. Khairul Ummah, S.Pd., M.Pd



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Belajar dan Pembelajaran yang berjudul Teori-Teori Belajar.
Terselesaikannya Makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.         Guru kami Dr. St. Marwiyah, M.Ag., dan Muh. Khairul Ummah, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembina yang telah memberikan kami kesempatan dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.
2.         Kedua Orang Tua kami yang senantiasa mendukung, menuntun kami dalam hidup ini dengan doa yang tulus.
3.         Teman-teman mahasiswa/mahasiswi yang selalu memberi semangat dan motifasi untuk kami dalam penyelesaian Makalah ini.
Penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, informasi yang masih kurang, sistematika yang masih kurang baik, masih kurangnya pengetahuan kami tentang materi. Sehingga pada kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari teman-teman mahasiswa/mahasiswi dan para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga dengan adanya makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi  serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain dengan lebih baik lagi.

Palopo, 27 Februari 2018
             

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.        Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.        Tujuan Penulisan...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.       Definisi Dari Teori Belajar....................................................................... 3
B.        Teori Belajar Menurut Barat.................................................................... 4
C.        Teori Belajar Menurut UNESCO............................................................ 6
D.       Teori Belajar Menurut Aliran Nativisme, Empirisme
dan Konvergensi...................................................................................... 9
E.        Teori Belajar Menurut Islam.................................................................... 12

BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan.............................................................................................. 17
B.        Saran........................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Masalah
Di dalam nuansa kependidikan, manusia adalah sasaran pendidikan sekaligus subjek pendidikan. Pendidikan membantu manusia dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaan yang ada dalam dirinya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk mengembangkan seseorang menjadi manusia seutuhnya. Pemahaman dari pendidik terhadap potensi-potensi dan sifat hakikat manusia sangat penting agar pendidikan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu memanusiakan manusia. Pendidikan harus diarahkan kepada pencapaian tujuan itu melalui perumusan dan penerapan konsep pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki.
Sebagai mahasiswa jurusan tarbiyah sudah selayaknya kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja unsur-unsur pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan perlu mengetahui apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar senantiasa para penikmat pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil belajar. kemudian agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar untuk dapat menguatkan sistem pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia serta bagaimana kita bisa mengkonstruksi dasar dari suatu pendidikan serta adanya oknum pendidikan yang belum bisa mengaplikasikan pilar-pilar pendidikan.
Masalah utama dalam pendidikan adalah bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar yang dimiliki manusia sejak lahir itu akan dapat berkembang, sehingga manusia dapat berperan baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dengan tetap berada di dalam lingkup hakikat kemanusiannya. Dalam tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran ini, penulis akan memaparkan beberapa konsep teori belajar dan pembelajaran.

B.        Rumusan Masalah
Kaidah penulisan Makalah tentu memiliki rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penulisan pada Makalah  ini adalah :
1.      Apakah definisi dari Teori Belajar?
2.      Bagaimananakah Teori Belajar Menurut Barat?
3.      Bagaimananakah Teori Belajar Menurut UNESCO?
4.      Bagaimananakah Teori Belajar Menurut Aliran Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi?
5.      Bagaimananakah Teori Belajar Menurut Islam?

C.        Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, penulis kiranya dapat memberikan kontribusi yang terangkai pada tujuan penulisan berikut :
1.      Mengetahui definisi dari Teori Belajar.
2.      Mengetahui teori belajar menurut barat.
3.      Mengetahui teori belajar menurut UNESCO.
4.      Mengetahui teori belajar menurut aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi.
5.      Mengetahui teori belajar menurut islam.





BAB II
PEMBAHASAN


A.     Definisi Teori Belajar
Teori adalah seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata.[1] Sedangkan beberapa pakar menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.[2] Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat asas tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan setiap orang. Belajar dilakukan hampir setiap waktu,  kapan saja,  dimana saja,  dan sedang melakukan apa saja.  Belajar juga merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Belajar dapat membawa perubahan pada si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan.[3] Pengertian belajar sendiri adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil dari praktik dan pengalaman.
Jadi teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.



B.     Teori Belajar Menurut Barat
Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[4] Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menurut teori behavior,  belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2.      Teori Belajar Kognitif
Kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar.[5] Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah yaitu mulut dan tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Kehadiran aliran kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran behaviorisme  yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern dewasa ini.[6]

3.      Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.  Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
 Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,  bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.


C.     Teori Belajar Menurut UNESCO
1.      Learning to Know (Belajar Untuk Menguasai)
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:
1)      Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal.
2)      Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini untuk belajar.
3)      Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas kehidupan.[7]
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain. Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
1)      Guru berperan sebagai sumber belajar
2)      Guru  sebagai Fasilitator
3)      Guru sebagai pengelola
4)      Guru sebagai demonstrator
5)      Guru sebagai pembimbing
6)      Guru sebagai mediator
7)      Guru sebagai Evaluator

2.      Learning to do (Belajar Untuk Menerapkan)
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industi.[8]
Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:
1)       Lingkungan sosial
Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2)         Lingkungan non-sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.[9] Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.

3.      Learning to Live Together (Belajar Untuk Dapat Hidup Bersama)
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang  berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

4.      Learning To Be (Belajar Untuk Menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.

D.    Teori Belajar Menurut Aliran Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi
1.      Nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti terlahir.[10] Nativisme adalah aliran pendidikan yang berpandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Dalam ilmu kebahasaan aliran nativis, Douglas Brow mengungkapkan bahwa istilah nativis diambil dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang memengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri manusia.
Jadi, menurut aliran ini, pengetahuan seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh pembawaan lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua. Pendidikan yang diberikan haruslah disesuaikan dengan bakat dan pembawaan anak didik itu sendiri. Teori ini percaya bahwa lingkungan pendidikan maupun lingkungan sekitar yang telah direkayasa oleh orang dewasa tidak akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang pengetahuan manusia. Dengan kata lain aliran ini menekankan bahwa pemerolehan pengetahuan manusia hanya berasal dari dalam (internal).
Pembawaan lahir itu ada yang baik ada pula yang buruk. Manusia tumbuh dan berkembang membawa segala hal yang telah ia bawa sejak lahir. Dan apa yang mereka bawa tersebut, akan berkembang sesuai arahnya masing-masing. Sedangkan pendidikan tidak akan mempengaruhi apa-apa.

2.      Aliran Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa latin empericus yang memiliki arti pengalaman.[11] Kemudian, John Lock seorang filsuf dari Inggris berpandangan bahwa empirisme, adalah aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra.[12] Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Essay Concerning Human Understanding, ia mengatakan bahwa tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indera. Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam jiwa, tanpa melalui indra. Pendapat ini sebetulnya telah jauh dikemukakan oleh Plato yang menyatakan bahwa ada dua cara untuk mengajarkan atau mengenalkan pengetahuan. Pertama adalah pengenalan indrawi (empiris) dan yang kedua adalah pengenalan melalui akal (rasional).
Selain pendapatnya di atas, John Lock sebagai tokoh utama dari aliran ini, mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah teori tabulara (a sheet of white paper avoid of all characters). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting. Selain itu, Aliran ini juga berpandangan bahwa perkembangan seseorang tergantung seratus persen kepada pengaruh lingkungan atau kepada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan bersumber utama dari pengalaman yang masuk melalui indera dan pengaruh eksternal dalam kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat, sedangkan pembawaan lahir tidaklah dianggap penting sebagai faktor penentu pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak masuk atau dirasakan melalui indera, boleh jadi mereka katakan tidak benar-benar ada. Oleh karena itu, aliran ini juga sering dikatakan menolak keberadaan Tuhan dan benda-benda yang bersifat metafisika. Aliran ini juga melahirkan sekularisasi dalam pendidikan.
Dalam kehidupan kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh yang berkaitan dengan empirisme. Salah satu contoh nya seperti bagaimana kita mengetahui bahwa api itu panas? Seorang empirisme akan berpandangan bahwa api itu panas karena memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut dan memperoleh pengalaman yang kita sebut ‘panas’. Bagaimana kita tahu bentuk rupa jerapah? Tentu kita akan baru benar-benar tahu setelah melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Atau bagaimana kita mengetahui bahwa bunga melati itu wangi? Kita akan tahu pasti setelah mencium baunya. Pengetahuan-pengetahuan melalui indera tersebut akan disimpan dalam memori otak kita, dan dapat dikeluarkan pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, dengan menggunakan alat inderawi, kita akan memperoleh pengalaman yang menjadi pengetahuan kita kelak.
3.      Aliran Konvergensi
Konvergensi berasal dari bahasa Inggris dari kata convergenry, artinya pertemuan pada satu titik.[13]
Mengatakan bahwa aliran ini mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara nativisme dan empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan. Hendaknya pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal mungkin.
Menurut William Stern ahli ilmu jiwa sekaligus pelopor aliran konvergensi berbangsa Jerman ini mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.[14]

E.     Teori Belajar Menurut Islam
1.      Belajar Melalui Imitasi
Di awal perkembangannya, seorang bayi hanya mengikuti apa yang dilakukan ibunya dan orang-orang yang berada di dekatnya. Ketika dewasa, tingkat perkembangan manusia semakin kompleks meskipun meniru masih menjadi salah satu cara untuk belajar.[15] Tetapi, sumber belajar itu tidak lagi berasal dari orang tua ataupun orang-orang yang berada di dekatnya melainkan orang-orang yang sudah mereka kenal misalnya, orang terkenal, penulis, ulama dan lain-lain.
Di dalam Islam, dapat ditemui juga hal yang demikian. Seperti halnya sepasang saudara kembar, Qabil dan Habil. Banyak juga di dalam Al-Qur’an yang mencoba menerangkan tentang salah satu varian yang seperti demikian. Karena tabiat manusia yang cenderung untuk meniru, maka teladan yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
2.      Pengalaman Praktis Dan Trial And Error.
Dalam hidup, manusia terkadang menghadapi situasi yang menuntutnya untuk cepat tanggap terhadapa permasalahan yang ada tanpa ada pembelajaran sebelumnya. Sehingga, manusia terkadang mencoba-coba segala cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3.      Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual. Dalam proses berfikir, manusia sering menghadirkan beberapa macam solusi atas permasalah yang didapatkannya sebelum akhirnya mereka menjatuhkan pilihan pada satu solusi.[16] Oleh karena itu, para psikolog mengatakan bahwa berfikir merupakan proses belajar yang paling tinggi.
Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk selalu menggunakan akal dan memahami dan merenungi segala ciptaan dan kebesaran Allah di alam ini. Antara lain seperti Q.S.Al-Ghasyiah : 17-20,
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ   n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ   n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ   n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ  
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,
18. dan langit, bagaimana Ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana Ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana Ia dihamparkan?


 Q.S.Qaf : 6-10,
óOn=sùr& (#ÿrãÝàZtƒ n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# ôMßgs%öqsù y#øx. $yg»oYøt^t/ $yg»¨Y­ƒyur $tBur $olm; `ÏB 8lrãèù ÇÏÈ   uÚöF{$#ur $yg»tR÷ŠytB $uZøŠs)ø9r&ur $pkŽÏù zÓźuru $uZ÷Fu;/Rr&ur $pkŽÏù `ÏB Èe@ä. £l÷ry 8kŠÎgt/ ÇÐÈ   ZouŽÅÇö7s? 3tø.ÏŒur Èe@ä3Ï9 7ö6tã 5=ŠÏYB ÇÑÈ   $uZø9¨tRur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB %Z.t»t6B $uZ÷Gu;/Rr'sù ¾ÏmÎ/ ;M»¨Zy_ ¡=ymur ÏŠÅÁptø:$# ÇÒÈ   Ÿ@÷¨Z9$#ur ;M»s)Å$t/ $ol°; Óìù=sÛ ÓÅÒ¯R ÇÊÉÈ  
6. Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
7. Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
8. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).
9. Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,
10. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun.

Q.S. Al-An’am: 95,
* ¨bÎ) ©!$# ß,Ï9$sù Éb=ptø:$# 2uq¨Z9$#ur ( ßl̍øƒä ¢ptø:$# z`ÏB ÏMÍhyJø9$# ßl̍øƒèCur ÏMÍhyJø9$# z`ÏB ÇcyÛø9$# 4 ãNä3Ï9ºsŒ ª!$# ( 4¯Tr'sù tbqä3sù÷sè? ÇÒÎÈ  
95. Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka mengapa kamu masih berpaling?

Q.S. Al-Anbiya : 66-67.
tA$s% šcrßç7÷ètGsùr& `ÏB Âcrߊ «!$# $tB Ÿw öNà6ãèxÿZtƒ $\«øx© Ÿwur öNä.ŽÛØtƒ ÇÏÏÈ   7e$é& ö/ä3©9 $yJÏ9ur šcrßç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# ( Ÿxsùr& šcqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ  
66. Ibrahim berkata: Maka Mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?"
67. Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami?
Selanjutnya, salah satu metode yang dapat memperjelas dan memahami sebuah pemikiran seseorang adalah dengan menggunakan diskusi, dialog, konsultasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Hal senada juga pernah diungkapkan oleh salah satu Vygotsky, yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang akan berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain, dengan demikian, belajar manusia dapat berkembang ketika kognitif mereka berkembang.
Ustman Najati menyatakan bahwa aktivitas berfikir manusia saat belajar tidak selalu menghasilkan pemikiran yang benar. Adakalanya kesalahan mewawrnai proses penetuan solusi atas masalah yang dihadapi. Dan dalam kondisi seperti ini, manusia sering mengalami hambatan dan berfikir statis dalam berpikir, dan tidak mau menerima pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran baru.
4.      Konsep Belajar menurut Tokoh-Tokoh Islam
a.       Al-Ghazali
Dalam pemahaman beliau, seorang filsuf pendidikan di kalangan Islam, pendekatan belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan dengan melakukan dua pendekatan, yakni ta’lim insani dan ta’lim rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan hal yang lazim dilakukani oleh manusia dan biasanya menggunakan alat indrawi yang diakui oleh orang yang berakal.
Menurut Al Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya terjadi eksplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku. Dalam proses ini, anak didik akan mengalami proses mengetahui yaitu proses abstraksi. Al Ghazali kemudian membagi abstraksi ini menjadi empat tahap, yakni terjadi pada indra, terjadi pada al-khayal.[17]
b.      Al-Zarnuji
Menurut al-Zarnuji, belajar bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Karenanya, belajar harus diniati untuk mencari ridha Allah, kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam, mensyukuri nikmat akal, dan menghilangkan kebodohan.
Dimensi duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan, yakni menekankan bahwa proses belajar-mengajar hendaknya mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Adapun dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji menekankan agar belajar adalah proses untuk mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT yang telah mengaruniakan akal. Lebih dari itu, hasil dari proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tersebut), hendaknya dapat diamalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun orang lain. Inilah buah dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat kelak.[18]
Dalam konteks ini, para pakar pendidikan Islam termasuk al-Zarnuji mengatakan bahwa para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya). Di samping itu, al-Zarnuji menekankan pada “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur) seorang guru. Hal ini senada dengan pernyataan Abu Hanifah ketika bertemu Hammad, seraya berkata: “Aku dapati Hammad sudah tua, berwibawa, santun, dan penyabar. Maka aku menetap di sampingnya, dan akupun tumbuh dan berkembang.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.
Menurut teori belajar Behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Teori belajar Kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Dalam teori belajar Humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,  bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Learning to know bermakna belajar sepanjang hayat, Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Learning to do peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Learning to Live Together tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Learning to be dipahami sebagai menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Menurut Nativisme pengetahuan seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh pembawaan lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua. Menurut Empirisme, adalah aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra. Menurut Konvergensi pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan
Ada beberapa teori belajar menurut Islam diantaranya :
1.      Belajar Melalui Imitasi.
2.      Pengalaman Praktis Dan Trial And Error.
3.      Berfikir

B.     Saran
Makalah yang memuat pembahasan tentang konsep teori-teori belajar ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan materi ini dengan berbagai sumber referensi yang lebih banyak yang tentunya dapat dimanfaatkan dan dipertanggung jawabkan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya, dan pembaca pada umumnya.










DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2010. Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Baharuddin. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Denim Sudarwan, dkk. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Fudyartanta, Ki. 2011. Psikologi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Lestari. 2013. “Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran”, Dikutip dari  http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html. Pada Tanggal 26 Februari 2018  pukul 19.30.
Mahmud, M. Dimyanti. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : BPFE.
Purwanto. 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya.
Salam, Burhanuddin. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta : Rineka Cipta.
Soedijarto. 2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional. Jakarta : Kompas Media Nusantara.
Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya.
Uno, Hamzah. 2011. Analisis Di Bidang Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Zahara, Idris. 1987. Dasar-Dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya Padang.




[1]Hamzah Uno, Analisis Di Bidang Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 4
[2]Lestari, “Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran”, Dikutip dari  http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html, pada tanggal 26 Februari 2018  pukul 19.30.
[3]Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2010),  hlm.161-162.
[4]Ki Fudyartanta, Psikologi Umum, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 95.
[5]Sudarwan Denim, dkk, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.38.
[6]M. Dimyanti Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : BPFE, 1990) hlm. 82-83.
[7]Burhanuddin Salam, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 207.
[8]Soedijarto, Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008), hlm. 47.
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 2004), hlm. 138.
[10]Idris Zahara, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang : Angkasa Raya Padang, 1987), hlm 31.
[11]Idris Zahara., Ibid, hlm. 30.
[12]Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung : Pt Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 16.
[13]Zahara Idris, op. cit, hlm. 33.
[14]Purwanto, Ibid, hlm. 60.
[15]Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 35.
[16]Baharuddin, Ibid, hlm. 36.
[17]Baharuddin, Ibid, hlm. 42-43.
[18]Baharuddin, Ibid, hlm. 49-51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Tauhid "MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT"

TUGAS TAUHID MACAM-MACAM TAUHID MELIPUTI ULUHIYYAH, RUBUBIYAH DAN ASMA WA SIFAT Di susun oleh : KELOMPOK                        :...