“HAL-HAL YANG TERKAIT DENGAN IMAN”
Disusun oleh :
Kelompok :
2
(Dua)
Nama :
1.
A.
Iwan (16
0201 0123)
2.
Ahmad
Ardiwang (16 0201 0152)
3.
Fahri
Haikal (16
0201 0106)
4.
Nur
Hayati (16
0201 0132)
5.
Usna (16 0201 0137)
6.
Varsella Aprillian Amrul (16
0201 0145)
Kelas : PAI-D
Semester :
II
(Dua)
Dosen : Makmur, S.Pd.I., M.Pd.I.
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan Makalah Aqidah Akhlak yang berjudul Hal-Hal Yang Terkait Dengan
Iman.
Terselesaikannya
Makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, sehingga
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Guru
Aqidah Akhlak kami Ustad Makmur, S.Pd.I, M.Pd.I Karena atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami dalam pembuatan
dan penyelesaian makalah ini.
2. Kedua Orang Tua kami, yang senantiasa mendukung, menuntun kami
dalam hidup ini dengan doa yang tulus.
3. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi yang selalu memberi semangat dan
motifasi untuk kami dalam penyelesaian Makalah ini.
Penulisan
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, informasi yang kurang banyak, sistematika
yang masih kurang baik, masih kurangnya pengetahuan kami tentang Materi.
Sehingga pada kesempatan ini kami juga mengharapkan kritik serta saran dari
teman-teman mahasiswa/mahasiswi dan para pembaca untuk penulisan Makalah yang
lebih baik lagi kedepannya.
Semoga
dengan adanya Makalah ini teman-teman mahasiswa/mahasiswi serta pembaca bisa menambah pengetahuan dan
semoga kedepannya kita bisa menyelesaikan penulisan karya-karya tulis lain
dengan lebih baik lagi.
Palopo, 23 Maret
2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kita sebagai manusia menginginkan
kehidupan yang tenang, tentram dan bahagia. Dalam mencapai keinginan tersebut
kita pasti memerlukan tuntunan dalam menjalankan kehidupan yang tentram lagi
bahagia yaitu adalah agama yang lurus yang mengajarkan kebaikan serta
menghargai, menghormati, dan menyayangi kepada sesamanya.
Dengan agama yang lurus kita akan
lebih terarah dan menjadi lebih baik
karena kita senantiasa dituntut untuk
menjadi sebuah kepribadian yang lebih baik. Dalam mempelajari agama yang lurus
agar kita dapat memahaminya dengan baik serta dapat melakukannya dengan
perbuatan di keseharian maka kita membutuhkan suatu keyakinan karena kita
meyakini sesuatu hal yang ghaib. Dalam hal tersebut mendorong kita untuk selalu
berbuat baik kepada setiap orang.
Dalam sebuah agama Islam kita patut
untuk mengenal konsep Iman. Kedudukan Iman dalam menjalani kehidupan ini
sangatlah penting. Karena kadang kala kita sebagai seorang muslim sudah
diberikan tuntutan masih saja melakukan hal-hal yang kurang baik. Ini karena
tingkat keimanan kita masih kurang stabil walaupun sebenarnya kita sudah
mengetahui dengan baik bahwasanya iman sangat berpengaruh dalam
keseharian kita sebagai ummat manusia.
Oleh karena
itu, seorang ummat
manusia tidak hanya perlu mengetahui apa
definisi dari Iman.
Tetapi, mereka juga perlu mengenal lebih jauh dan dalam hal-hal yang terkait
dengan Iman.
Untuk
itulah kami membuat makalah yang berisi
materi pokok serta hal-hal yang terkait dengan iman ini untuk
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca khususnya teman-teman
mahasiswa/mahasiswi kami.
B. Rumusan
Masalah
Di
setiap penulisan Makalah tentu memiliki rumusan masalah. Adapun rumusan masalah
dalam penulisan pada Makalah ini adalah
:
1.
Apa definisi dari Iman
?
2.
Bagaimana
relevansi Iman dalam Kehidupan ?
3.
Apa saja hal-hal
yang dapat merusak Iman ?
4.
Apa saja hal-hal
yang dapat membatalkan Iman ?
C. Tujuan Penulisan
Disetiap
penulisan Sebuah Makalah tentu memiliki tujuan penulisan, dan pada Makalah
tujuan penulisan yaitu :
1.
Sebagai
Syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Aqidah Akhlak.
2.
Memberikan
Informasi kepada teman-teman dan para pembaca tentang hal-hal yang terkait dengan Iman.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Iman
Secara bahasa
kata Iman berasal dari bahasa Arab yang artinya
percaya. Sedangkan
menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan
demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa
Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya,
kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal
perbuatan secara nyata.[1]
Pengertian
iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah
pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini
cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at.[2]
Iman
yang secara bahasa berarti kepercayaan.
Dan secara istilah, iman adalah suatu keadaan yang
didasarkan pada keyakinan dan mencakup segi-segi perkataan dan
perbuatan. Yaitu
perkataan hati dan lisan,serta perbuatan hati dan anggota badan.Perkataan hati
adalah ilmu yang diyakini.Perbuatan hati,seperti niat ikhlas,kecintaan kepada
Allah Subhana wa Ta’ala takut kepada-Nya,tawakkal dan lainnya. Perkataan lisan
seperti dua kalimat syahadat,
tasbih
dan istighfar, perbuatan
anggota badan seperti sholat,
haji
dan lainnya.[3]
Iman
secara syar’i adalah membenarkan dan mengakui secara sempurna akan wujud
kebenaran Allah Subhana wa Ta’ala dan Rububiyahnya,Uluhiyahnya, dan
mengakui/mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subahna wa Ta’ala[4]
Apabila
kata-kata “Iman” disebutkan secara mutlak, yaitu sendirian, tanpa digabungkan
dengan kata-kata lainnya,
seperti
kata amal
sesudahnya, maka
yang dimaksud adalah arti “iman” yang sempurna, yang mencakup perkataan
dan perbuatan (hati,anggota badan dan lisan) seperti yang telah dijelaskan.
وَمَا
كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُم
“Dan Allah tidak akan menyiakan-nyiakan iman
kalian” (QS.Al-Baqoroh : 143)[5]
Dalam shohih Bukhori no 4020,Muslim no 23,Sunan Abu Dawud no
3692,Tirmidzi no 1525 dan Nasa’i no 4945 ada sebuah hadits yang diriwayatkam
oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shollahu ‘alaihi wa Salam
bahwa beliau bersabda kepada utusan Bani ‘Abdul Qois :
آمُرُكُمْ بِأَرْبَعٍ وَأَنْهَاكُمْ
عَنْ أَرْبَعٍ الْإِيمَانِ بِاللَّهِ هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ
شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ
الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغَانِمِ الْخُمُسَ
وَأَنْهَاكُمْ عَنْ أَرْبَعٍ مَا انْتُبِذَ فِي الدُّبَّاءِ وَالنَّقِيرِ
وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّت
“Aku
memerintahkan kalian untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa.Tahukah kalian
apa arti beriman kepada Allah Yang Maha Esa?Yaitu syahdat La Ilaha
Illallah,tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad
adalah Rasulullah,mendirikan shoalt,membayar zakat,puasa ramadhan dan membayar
seperlima ghanimah (harta rampasan perang”).[6]
Dalam hadits
diatas dengan tegas dijelaskan bahwa perkataan lisan dan perbuatan anggota
badan adalah iman atau bagian dari iman.Sudah tentu perkataan dan perbuatan
badan tersebut harus disertai iman yang ada dalam hati,karena apabila
tidak,maka keadaan seperti ini tidaklah dapat disebut sebagai iman.
Ketika
Rasulullah Saw. ditanya oleh malaikat jibril ‘alaihi salam tentang arti Islam
dan Iman, maka Beliau menjawab bahwa arti Islam adalah rukun Islam yang lima
(yaitu amal serta perkataan anggota tubuh dan lisan) dan arti iman adalah rukun
iman yang enam (yaitu amal dan perkataan hati), yaitu:
1. Iman
kepada Allah
2. Iman
kepada para malaikat
3. Iman
kepada kitab-kitab
4. Iman
kepada para Rasul
5. Iman
kepada hari akhir
6. Iman
kepada Al-Qadha dan Al-Qodar, baik dan buruknya dari Allah
Rasulullah
Shollahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
الْإِيمَانُ
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman itu adalah engkau beriman kepada
Allah,malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya,para Rasul-Nya.[7]
B. Relevansi Iman Dalam Kehidupan
Islam
itu bagaikan bangunan yang kekal, kukuh, kuat dan sempurna. Di dalamnya
terdapat segala macam sebab kehidupan yang ideal, dan segala sarana kehidupan
yang penuh dengan kebahagiaan di dunia dan berhujung dengan kebahagiaan di
akhirat yang lebih sempurna dan lebih tinggi, yang mana kebahagiaan tersebut
bukan balasan sepadan seperti harga dan barang, kerana yang terbatas dan
dangkal tidaklah menjadi harga bagi sesuatu yang langgeng dan yang tak
terbatas. Akan tetapi ia adalah kurnia/anugerah dari Allah dan rahmat-Nya bagi
siapa saja yang benar imannya kepada Allah, malaikat-Nya, para rasul-Nya, Hari
Kiamat, Hari Akhir, dan takdir-Nya, yang baik maupun yang buruk.[8]
Mengerjakan
setiap rukun dari rukun-rukun ini memberikan buah dan hasil yang banyak.
Pertama bagi peribadi si pelaku dan kedua bagi jamaah (masyarakat), dengan
syarat mengaitkan setiap rukun dengan yang lain. Karena mendustakan salah
satunya bererti mendustakan seluruhnya.
Berdasarkan uraian ini
maka beriman kepada semua rukun adalah merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan, sebahagiannya terkait dengan sebagian yang lain. Pengaruh
masing-masing rukun iman adalah bererti pengaruh rukun iman yang lain. Karena itu, dalam realisasinya, satu rukun
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Begitu pula pengaruhnya kepada pribadi
dan jamaah, tidak dapat dipisahkan. Sebab individu adalah batu pertama bagi
terbentuknya bangunan masyarakat. Ajaran-ajaran samawi ditujukan untuk
per-orangan, kerana kebaikan mereka adalah kebaikan jamaah. Adapun relevansi iman dalam kehidupan, di antaranya adalah:[9]
1.
Sesungguhnya iman
kepada Allah itu adalah kehidupan hati, memasak (sebagai asas) kekuatan
kepadanya untuk menaiki tangga kesempurnaan. Ia adalah pendorong bagi jiwa agar
menghiasi diri dengan budi pekerti yang baik, jauh dari kehidupan dan hal-hal
yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman.
“Dan apakah orang yang
sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Karni berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah rnasyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang
kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
2.
Iman itu adalah sumber
ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia sejalan dengan fitrah dan
seiring dengan tabiatnya. Ia adalah sumber kebahagiaan bagi masyarakat, kerana
ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan tali kekeluargaan dan
membersihkan perasaan-perasaan, dan dengan itu semua masyarakat meningkat
menggapai kemuliaan (fadhilah). Dan fadhilah itu adalah nikmat kerelaan (redha)
dalam segala hal, dalam kondisi lapang atau sempit, mudah atau sulit serta
manis atau pahit, kerana beriman kepada qadha’ Allah dan hikmah-Nya.
Sebagaimana firman Allah,
“Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Maka orang mukmin yang
menjiwai dan merasakan seperti ini akan tenang hatinya, selesa badan dan
jiwanya. Kehidupannya penuh dengan kebahagiaan, dinaungi oleh perasaan redha
dan damai, serta merasa tenang atas rahmat Allah dan keadilan-Nya, kerana Dia
adalah tumpuan harapannya, benteng perlindungannya, permata hatinnya dan
kenyamanan imannya.[10]
3. Sucinya
hati dan kejernihan jiwa. Membawa maksud, iman itu menyucikan jiwa dari
persangkaan-persangkaan, khurafat dan takhayul. Dengan begitu ia akan jernih
dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya akan meningkat dengan karamah yang ada
padanya. Maka setiap rasa tunduk dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah
kepada Penciptanya, Yang memiliki kurnia atas dirinya dan atas seluruh makhluk,
serta menjamin kepentingan mereka semua. Bilamana ia merasakan pada dirinya
keutuhan penciptaan dan tenjaminnya rezeki maka sirnalah (lenyaplah)
ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya dari makhluk lain, baik para
pembesar manusia mahupun bayangan menakutkan yang diciptakan oleh daya khayal
yang disangka ada pada benda-benda langit (planet dan binatang), pepohonan,
bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari ahli kubur yang dikeramatkan. Maka
dengan iman itu ia akan bergantung kepada Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan
berpaling dari yang selain-Nya. Maka bersatulah manusia dalam ketergantungan
(ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing
dan berselisih.[11]
4. Menampakkan
kemuliaan (izzah) dan kekebalan (mana’ah). Orang yang beriman percaya bahwa
dunia adalah mazra’atul akhirah (ladang untuk akhirat), seperti dalam firman
Allah,
“Dan dirikanlah solat
dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi
dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 110)
Dan ia mengimani bahwa
apa yang ditakdirkan luput darinya, tidak akan mengenainya, dan apa yang
ditakdirkan menimpanya pasti mengenainya. Dengan itu, terhapuslah dari dalam
hatinya terhadap perihal kekhuwatiran dari segala macam rasa takut. Maka dia
tidak akan rela kehinaan dan kerendahan untuk dirinya, ia tidak akan tinggal
diam atas kekalahan dan penindasan.
Dari
sini kita mengetahui dengan jelas bagaimana tugas-tugas berat dan agung mampu
ditempuh melalui tangan
Rasulullah dan juga tangan-tangan para sahabatnya. Sesungguhnya kekuatan bumi semuanya
tidak mampu menghadang di depan orang yang hatinya dipenuhi oleh pancaran iman,
amalnya didasarkan pada pengawasan Allah dan menjadikan kehidupan akhirat
sebagai tujuan akhirnya. Kita juga memahami bagaimana para rasul dan para nabi
di mana mereka sendirian menghadapi kaum dan umatnya yang bersatu, mereka tidak
mempedulikan jumlah manusia dan kekuatannya. Dalam Sejarah Nabi Ibrahim dan Hud
terdapat sikap yang dapat menjelaskan dan menampakkan kekuatan iman yang
sebenarnya.[12]
5. Berhias
dengan akhlak mulia. Sesungguhnya iman seseorang kepada suatu kehidupan sesudah
kehidupan duniawi ini dan di sana akan dibalas segala perbuatan akan membuat
dia merasa bahawa hidupnya mempunyai tujuan dan makna yang tinggi; suatu
perkara yang dapat mendorongnya untuk berbuat baik, berbudi luhur dan berhias
dengan keutamaan, menjauhi kejahatan dan melepas pakaian kehinaan. Dengan
begini akan terwujudlah peribadi yang utama dan masyarakat yang mulia serta
negara yang makmur.
6. Bersemangat,
giat serta rajin bekerja. Sesungguhnya orang yang beriman kepada qadha’ Allah dan
qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti nilai amal,
kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa di antara taufik Allah
bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan sebab-sebab yang dapat
menghantarkan kepada tujuan. Dan dia tidak akan berputus-asa apabila ada
sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak akan lupa diri dan sombong
apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai wujud dan iman kepada firman
Allah s.w.t.
“Tiada suatu bencana
pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan din.” (Al-Hadid:
22-23)[13]
C. Hal-Hal Yang Dapat Merusak Iman
Hal-hal
yang merusak iman seseorang antara lain sifat dan perbuatan riya, takabur,
nifaq, fasik, dan perbuatan dosa.
Sifat
perbuatan riya adalah apabila pelakunya memperlihatkan perbuatan itu kepada
orang lain dengan harapan mendapat pujian, sanjungan dan penghargaan orang lain,
bukan mengharap ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sifat dan perbuatan takabur ialah
apabila pelakunya membesar-besarkan diri dan mengangap orang lain lebih rendah.
Sifat dan perbuatan nifaq ialah apabila
pelakunya berpura-pura dan berbeda antara ucapan dan perbuatannya, berdusta,
dan khianat.
Sifat dan perbuatan fasiq ialah apabila
pelakunya mengetahui perintah dan larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala namun dia
tidak melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak mau meniggalkan
larangan-Nya
Sifat dan perbuatan dosa ialah apabila
pelakunya melakukan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Allah dan
rasul-Nya.
Sifat dan perbuatan riya, takabur,
nifaq, fasiq dan perbuatan dosa, sangat berbahaya dan merugikan diri sendiri
dan orang lain. Karena semua sifat itu merusak iman. Kita harus berusaha
menjauhkan diri dari sifat dan perbuatan yang dapat merusak iman.[14]
D. Hal-Hal Yang Dapat Membatalkan Iman
Pembatalan iman atau "nawaqidhul iman" adalah sesuatu yang dapat
menghapuskan iman sesudah iman masuk didalamnya yakni antara lain :
1.
Orang Islam yang
Mencampuri Ibadahnya dengan Keyakinan dan Perbuatan Syirik
Syirik
adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Contoh-contoh nyata keyakinan dan perbuatan
syirik antara lain:
1)
Berdoa, mengharap,
minta pertolongan, berpasrah diri kepada selain Allah. Berdoa kepada jin,
memanggil atau meminta wangsit atau minta pertolongan kepada orang yang sudah
mati agar hajatnya diberi kelancaran dan keberhasilan.
2)
Rasa takut kepada
selain Allah, seperti takutnya kepada tempat keramat, takut kualat /
mendapatkan malapetaka jika tidak mengikuti aturan-aturan yang dibuat jin, juru
kunci kuburan atau juru kunci tempat-tempat keramat..
3)
Menyembelih hewan untuk
selain Allah, yaitu menyembelih hewan-hewan tertentu dengan syarat-syarat
tertentu dengan niat untuk persembahan, sesajen, hadiah, mahar, tebusan sebagai
syarat untuk mendapatkan keselamatan, terhindar dari mara bahaya atau agar
keinginannya dapat terkabul.
4)
Nazar untuk selain
Allah Misal; “Kalau cita-cita saya berhasil, saya akan memberi hadiah pada
kuburan keramat di desa”.Semua amalan dan keyakinan tersebut masuk dalam
kategori syirik besar dan pelakunya menjadi musyrik,
kafir, keluar dari Islam.
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni apabila mereka menyekutukanNya, dan Allah mengampuni dosa
selain syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa yang berbuat
syirik maka sungguh ia telah melakukan perbuatan dosa besar. [Q.S. An-Nisa : 48]
2.
Menjadikan Manusia /
Makhluk sebagai Perantara Untuk lebih Mendekatkan diri kepada Allah
Meyakini
bahwa seorang tokoh dapat memberikan safaat di hari kiamat, sehingga kuburannya
selalu diziarahi dan dikeramatkan, hari lahir dan kematiannya selalu
diperingati, benda-benda peninggalannya dan apa-apa yang berkaitan dengannya
diyakini membawa barokah. Anggapan bahwa hanya tokoh-tokoh tertentu atau
orang-orang khusus yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan manusia
pada umumnya tidak mampu. Sehingga timbul keyakinan bahwa umumnya manusia harus
mendekatkan diri pada orang-orang khusus tersebut supaya bisa dekat dengan
Allah.
3.
Praktek Sihir dan
Perdukunan (syirik)
Syirik
adalah memalingkan bentuk peribadatan kepada selain Allah atau menyamakan Allah
dengan mahluk dalam hal-hal semestinya bagi Allah, karena merupakan hak-Nya.Seperti Praktek sihir dan Perdukunan.
Bentuk-bentuk
praktek sihir dan perdukunan antara lain:
1)
Praktek sihir dan
perdukunan yang membuat orang celaka, apes, sakit, bangkrut, menderita bahkan
dapat membunuh orang. Contoh nyata adalah santet, tenung, jengges dan
lain-lain.
2)
Guna-guna menggunakan
barang dan atau mantra-mantra yang bertujuan menjadikan sesorang senang atau
sebaliknya benci, seperti; pelet, jaran goyang, semar mendem dan lain
sebagainya.
3)
Hipnotis yaitu praktek
sihir yang membuat orang tertidur atau terbawa ke alam bawah sadar.
4)
Magic yaitu aksi-aksi
atau atraksi-atraksi fantastis dengan mengandalkan kekuatan magic yang semua
itu merupakan praktik minta tolong pada jin
5)
Segala jenis ramalan
ghaib untuk mengetahui nasib seseorang atau kejadian-kejadian akan datang dan
menebak barang yang hilang dengan menggunakan berbagai media dan perantara.
Orang-orang
yang telah mempraktikkan sihir dan perdukunan tersebut, mengajarkan atau
memerintahkan / meminta orang lain untuk praktek sihir dan perdukunan itu
hukumnya dia telah musyrik dan menjadi kafir.
...وَمَا
يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا
تَكْفُرْ....
Dan setiap Harut
Marut mengajarkan sihir kepada seseorang ia selalu berkata,”Sesungguhnya kami
adalah fitnah (bagimu) maka janganlah kamu kufur (terhadap Tuhanmu)”. Surat
Al-Baqarah ayat 102
4.
Condong pada Kaum
Musyrik, Kafir dan Jahiliyah
Salah satu bentuk kekafiran umat adalah:
1) Apabila ia merasa
condong, mempunyai rasa cinta kepada kaum musyrik, kaum kafir atau orang
jahiliyah.
2) Mendukung,
menolong dan loyal pada orang kafir untuk melemahkan dan mengalahkan Islam dan
kaum Muslimin.
3) Mengidolakan
orang-orang tidak beriman / non-Muslim dengan cara meniru gaya, ucapan, mode
dan perbuatan mereka yang bertolak belakang dengan hukum Islam.
4) Mengagumi
agama non-Islam dan menganggap agama mereka lebih baik, lebih damai, lebih
tenteram, lebih manusiawi dan tidak banyak aturan.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِين
Wahai orang-orang
beriman, janganlah kalian menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai kekasih,
mereka adalah kekasih satu sama lain, dan barang siapa diantara kalian yang
mengasihi mereka maka ia termasuk golongan mereka dan Allah tidak mengasihi
orang-orang yang berbuat aniaya. [Q.S. Al-Maidah : 51]
5. Tidak
Menghukumi Kafir pada Orang Musyrik
Kekafiran
dalam kategori ini antara lain:
1)
Menganggap orang-orang
yang mengerjakan praktik-praktik syirik seperti: ibadah di kuburan, menyembelih
hewan untuk jin dll, masih Islam dengan alasan masih mengucapkan syahadat.
Fakta dalil bahwa orang-orang yang berkeyakinan dan berbuat syirik maka hancur
lebur amalannya dan diancam neraka oleh Allah SWT sekalipun ia mengaku Islam
dan masih mengucapkan dua kalimat syahadat
2)
Faham plularisme yang
menganggap semua agama sama-sama benar.
2.
Berpaling dari Agama
Allah
Bentuk nyata berpaling dari Agama Allah
adalah tidak mau mempelajari / mengkaji / memahami Al-Quran dan Sunnah Nabi
(Al-Hadist) dan juga tidak mengamalkannya, terutama akidah yang wajib diketahui
seperti Rukun Islam, Rukun Iman dan lain sebagainya. Orang-orang yang berpaling
dari Agama Allah beranggapan bahwa:
1)
Semua agama sama
benarnya karena semua agama tujuannya adalah ibadah kepada Allah
2)
Termasuk berpaling dari
agama Allah adalah orang-orang munafik yaitu orang yang belajar dan menguasai
ajaran Islam namun ilmunya hanya di bibir saja, tidak diterapkan dalam
kehidupannya sehari-hari.
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ
Dan sungguh-sungguh Aku
(Allah) jadikan isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. [Q.S. Al-Arof : 179]
3. Benci
Terhadap Peraturan Allah dan Peraturan Rasulullah SAW
Seseorang
yang benci dengan salah satu saja peraturan-peraturan yang dibawa oleh
Rasulullah SAW cukup membuat rusak Islamnya dan jatuh pada kekafiran.
4. Menganggap
Petunjuk dan Hukum Nabi Muhammad SAW lebih rendah daripada petunjuk dan hukum
buatan manusia.
Petunjuk
dan hukum Nabi meliputi; agama, perbuatan, ajaran dan akhlak. Nabi Muhammad SAW
adalah sosok yang paling sempurna petunjuknya dan paling bagus budi pekertinya.
Contoh
nyata kekafiran model ini adalah:
1) Faham
yang mengedepankan kebebasan berfikir, berpendapat dan bersikap dengan
meninggalkan nash-nash dari Quran maupun Hadist. Penganut faham ini menjadikan
akal / logika sebagai tolok ukur dalam kebaikan dan kejelekan.
2) Faham
yang menganggap hukum selain syarIat
Islam lebih cocok, lebih relevan bagi kehidupan moderen, lebih adil, lebih
konkrit, lebih sesuai dengan hak asasi manusia. Padahal seseorang yang
beranggapan hukum Islam sama dengan hukum buatan manusia sudah cukup membuat ia
menjadi kafir atau murtad dari Islam, apalagi menganggap hukum buatan manusia
biasa lebih baik daripada hukum Islam, jelas lebih sangat kufurnya.[15]
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Dari pembahasan yang
telah tertera pada bab sebelumnya kami dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Iman secara bahasa berarti kepercayaan. Sedangkan
secara istilah iman adalah suatu keadaan yang didasarkan pada
keyakinan-keyakinan dan mencakup segi-segi perkataan dan perbuatan.
2. Relevansi iman dalam kehidupan yaitu : iman merupakan
kehidupan hati, sember ketenangan dan kedamaian, sucinya hati dan kejernihan
jiwa, menampakkan kemuliaan dan kekebalan, sumber semangat, dll.
3. Ada beberapa hal yang dapat merusak iman yaitu : riya,
takabur, nifaq, fasiq, dll.
4. Ada beberapa halyang dapat membatalkan iman yaitu : syirik,
khurafat, bid’ah, dll.
F. Saran
Teman-teman Mahasiswa
dan para pembaca yang ingin lebih mengetahui lebih dalam dan ingin membuat makalah dengan judul serupa tentang
materi sebaiknya mencari literatur-literatur yang ada di Internet
maupun buku-buku karena pengetahuan yang kami sampaikan masih sangat sedikit.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2009. Pengertian Iman. Diakses dari https://islamagamaku.wordpress.com/2009/07/25/pengertian-iman/.html.
Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:00.
Anonim. 2012. Hal-Hal Yang Merusak Iman. Diakses dari http://majelismadani.id/hal-hal-yang-merusak-iman/. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:20
Anonim. 2010. Aqidah Islam Pengertian Iman Menurut Bahasa
dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:10.
Ari Wahyudi. 2012. Definisi Iman. Diakses dari https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html.
Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:04.
oima
Rizki. 2012. Hubungan Iman,akhlak
dan Amal Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:08.
Setiadarmawan. 2013. Perbuatan Yang Dapat Merusak dan Membatalkan
Iman. Diakses dari http://setiadarmawan.blogspot.co.id/2013/07/perbuatan-yang-dapat-merusak-iman-dan-membatalkan-iman.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:13.
[1] Anonim. Pengertian Iman. Diakses dari https://islamagamaku.wordpress.com/2009/07/25/pengertian-iman/.html.
Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:00.
[2]
Ari Wahyudi. Definisi Iman. Diakses dari https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:04.
[3] Anonim. Aqidah Islam Pengertian
Iman Menurut Bahasa dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:10.
[4] Anonim. Aqidah Islam Pengertian
Iman Menurut Bahasa dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:10.
[5] Anonim. Aqidah Islam Pengertian
Iman Menurut Bahasa dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:10.
[6] Anonim. Aqidah Islam Pengertian
Iman Menurut Bahasa dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:10.
[7]
Anonim. Aqidah
Islam Pengertian Iman Menurut Bahasa dan Istilah. Diakses dari http://hasmidepok.org/aqidah-islam/pengertian-iman-menurut-bahasa-dan-istilah.html. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:10.
[8] oima
Rizki. Hubungan
Iman ,akhlak dan Amal
Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:08.
[9] oima
Rizki. Hubungan
Iman, akhlak dan Amal
Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:08.
[10] oima
Rizki. Hubungan
Iman ,akhlak dan Amal
Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:08.
[11] oima
Rizki. Hubungan
Iman ,akhlak dan Amal
Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:08.
[12] oima Rizki. Hubungan
Iman ,akhlak dan Amal
Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal
18 Maret 2017 pukul 08:08.
[13]
oima
Rizki. Hubungan Iman,akhlak
dan Amal Ibadah. Diakses dari http://matakuliahagama.blogspot.co.id/2012/09/hubungan-iman-akhlak-dan-amal-ibadah.html. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:08.
[14]
Anonim.Hal-Hal
Yang Merusak Iman. Diakses dari http://majelismadani.id/hal-hal-yang-merusak-iman/. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:20
[15] Setiadarmawan. Perbuatan Yang Dapat Merusak dan Membatalkan Iman. Diakses dari http://setiadarmawan.blogspot.co.id/2013/07/perbuatan-yang-dapat-merusak-iman-dan-membatalkan-iman.html. Pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 08:13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar